KOMPAS.com – Pusat industri Asia kembali melemah pada Oktober 2025. Permintaan yang turun dari Amerika Serikat (AS) dan kebijakan tarif di bawah pemerintahan Donald Trump menekan pesanan pabrik di kawasan ini.
Survei bisnis yang dirilis Senin (4/11/2025) menunjukkan tekanan terasa di sejumlah negara besar, terutama China dan Korea Selatan.
Kunjungan Trump ke Asia pekan lalu sempat memunculkan harapan baru lewat kemajuan negosiasi perdagangan, tetapi eksportir masih berhati-hati karena permintaan dari AS belum pulih.
Baca juga: Harga Kripto Terkoreksi, Imbas Kebijakan The Fed dan Pertemuan Trump-Xi
Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) sektor manufaktur mencatat pertumbuhan yang lebih lambat di China dan penurunan di Korea Selatan. Pesanan ekspor di kedua negara juga melemah.
Data resmi PMI China menunjukkan aktivitas pabrik turun selama tujuh bulan berturut-turut. Tren ini menandakan berakhirnya lonjakan ekspor akibat upaya menghindari tarif AS.
“PMI menunjukkan ekonomi China kehilangan momentum pada Oktober, dengan pertumbuhan lebih lambat di sektor manufaktur dan konstruksi,” kata Zichun Huang, ekonom China di Capital Economics.
“Sebagian kelemahan ini mungkin akan berbalik, tetapi dorongan ekspor dari kesepakatan perdagangan AS–China kemungkinan hanya bersifat moderat. Hambatan terhadap pertumbuhan akan tetap ada,” sambungnya.
Baca juga: Tarif Impor Amerika Picu PHK Ribuan Pekerja di Pabrik Sepatu Tangerang
Beijing kini berhitung apakah ekonomi China, yang bernilai sekitar 19 triliun dolar AS atau Rp 316,7 kuadriliun (kurs Rp16.670 per dolar AS), masih bisa tumbuh sesuai target 2025 di kisaran 5 persen tanpa tambahan stimulus besar.
Data perdagangan September menunjukkan ekspor China tumbuh lebih cepat dari perkiraan, tetapi peningkatan terutama berasal dari pasar baru. Ekspor ke AS anjlok 27 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Kondisi serupa terjadi di Korea Selatan. Kesepakatan dagang baru dengan AS menurunkan tarif produk asal Korea, tetapi dianggap sebagai kompromi agar ekonomi terbesar keempat di Asia itu tidak semakin tertinggal di perdagangan global.
Tekanan juga dirasakan di Malaysia dan Taiwan, di mana aktivitas pabrik terus menurun. Sebaliknya, Vietnam dan Indonesia mencatat pertumbuhan positif, menandakan daya tahan sektor manufaktur di dua negara tersebut masih terjaga.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang