KOMPAS.com – Harga emas dunia menembus rekor baru 4.000 dollar AS per ons atau sekitar Rp 66 juta (kurs Rp 16.500 per dollar AS) pada awal Oktober 2025 ini. Kenaikan tajam ini memperpanjang reli logam mulia yang telah melonjak 54 persen sepanjang tahun ini, menandai kinerja tahunan terbaik sejak 1979.
Kenaikan harga emas mencerminkan meningkatnya kekhawatiran investor terhadap prospek ekonomi global. Dalam situasi ketidakpastian atau tekanan pasar, emas kerap menjadi pelarian karena dianggap mampu menjaga nilai aset.
“Emas bisa berperan dalam portofolio dengan memberikan diversifikasi dari saham dan obligasi tradisional,” kata Rob Haworth, Senior Investment Strategy Director di U.S. Bank Wealth Management, dikutip dari Reuters.
Menurut Haworth, melemahnya nilai dollar AS turut mendorong lonjakan harga emas. Kondisi itu membuat emas menjadi lebih murah bagi pembeli internasional.
Selain itu, langkah bank sentral China yang terus menambah cadangan emas sambil mengurangi kepemilikan surat berharga Amerika Serikat ikut memperkuat permintaan.
Baca juga: Harga Emas Dunia Tembus 4.000 Dollar AS Per Troy Ons, Begini Cara Hitung ke Rupiah Per Gram
Lonjakan harga juga tercermin pada minat terhadap reksa dana berbasis emas atau exchange-traded funds (ETF). Berdasarkan data World Gold Council, produk investasi ini mencatatkan pembelian tertinggi sepanjang sejarah pada September lalu.
Blair duQuesnay, Chartered Financial Analyst sekaligus perencana keuangan bersertifikat, menilai ETF berbasis emas merupakan cara paling mudah untuk berinvestasi di logam mulia karena efisien dan likuid.
“ETF berbasis emas adalah cara paling likuid, efisien dari sisi pajak, dan berbiaya rendah untuk berinvestasi di emas,” ujarnya kepada CNBC.
Baca juga: Penyebab Harga Emas Naik Lagi: Ketidakpastian Perundingan AS-China
Ray Dalio, pemilik perusahaan Bridgewater AssociatesMayoritas penasihat keuangan menyarankan alokasi maksimal 5 persen dari total portofolio, sedangkan pendiri Bridgewater, Ray Dalio, bersikap lebih agresif dengan porsi hingga 15 persen saat pasar bergejolak.
Dalio memandang emas sebagai lindung nilai terhadap menurunnya kepercayaan terhadap uang dan pasar.
“Emas adalah satu-satunya aset yang bisa Anda pegang tanpa harus bergantung pada pihak lain untuk membayar Anda,” kata Dalio.
Baca juga: Emas Naik Tak Terbendung, Investor Disarankan Realisasikan Keuntungan
Namun, Haworth menegaskan bahwa emas bukanlah instrumen utama investasi karena tidak menghasilkan pendapatan atau laba.
“Risikonya, ketika harga berhenti naik, investor akan terjebak dengan aset yang tidak menghasilkan apa pun,” ujarnya.
Ia menambahkan, pergerakan harga emas juga bergantung pada arah nilai tukar dollar AS.
“Jika ekonomi Amerika Serikat tetap kuat, penguatan dollar bisa membatasi kenaikan harga emas,” kata Haworth.
Baca juga: Harga Emas Diproyeksi Masih Bakal Naik, Ini Penyebabnya
Sementara itu, Bill Shafransky, perencana keuangan di Moneco Advisors, mengingatkan agar investor tidak terlalu terpikat oleh reli emas yang luar biasa.
“Menempatkan terlalu banyak portofolio di emas bisa berbalik merugikan,” ujarnya. “Namun tidak ada salahnya menempatkan 2 hingga 5 persen, terutama jika itu membuat Anda tidur lebih nyenyak di malam hari.”
Baca juga: Mau Jual Perhiasan Emas Demi Cuan? Perhatikan Ini Dulu
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang