Ilustrasi tarif impor Trump. Produk Indonesia yang masuk ke AS akan menghadapi “handicap tariff” tambahan yang menggerus daya saing harga.
"Ini bisa membuat buyer AS memilih sourcing dari negara yang tarifnya lebih rendah, atau menuntut margin lebih kecil dari eksportir Indonesia agar mereka tetap kompetitif, sehingga menekan keuntungan eksportir Indonesia," ungkap Sobur.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran terjadinya pergeseran pangsa pasar dari Indonesia ke negara Asia Tenggara lain yang lebih “tariff friendly” ke AS. Terutama untuk produk mebel atau kerajinan yang sensitif tarif dan biaya logistik.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia (Dekaindo) Soetanto Abdoellah menyoroti Malaysia sebagai pesaing Indonesia untuk produk kakao yang masuk ke pasar AS, terutama produk berupa cocoa butter dan powder.
Jika untuk produk tersebut Malaysia mendapat pembebasan bea masuk atau tarif nol persen ke AS, maka daya saing sebagian produk Indonesia akan menurun.
Meski, Soetanto menyampaikan, sejauh ini belum ada kekhawatiran yang signifikan. Sebab, mayoritas eksportir produk kakao ke pasar AS adalah perusahaan Amerika yang beroperasi di Indonesia.
Baca juga: Harga Kopi di AS Naik 21 Persen Imbas Tarif Trump, Konsumen Diprediksi Ubah Pola Konsumsi
"Mereka mengolah biji kakao di Indonesia menjadi butter dan powder, kemudian mengirim hasil olahannya ke jaringan mereka di seluruh dunia, termasuk AS," ungkap Soetanto.
AS menjadi salah satu tujuan utama ekspor kakao Indonesia. Negeri Paman Sam merupakan pasar terbesar kedua dengan porsi 15,72 persen dari total ekspor kakao Indonesia.
Ekspor menjadi tumpuan industri kakao Indonesia lantaran pasar domestik hanya menyerap sekitar 25 sampai 30 persen.