Jika tidak, maka setiap pejabat yang dianggap kurang pantas oleh sekelompok orang bisa saja dimakzulkan hanya berdasarkan penilaian subjektif.
Kepatutan adalah ranah etik dan opini. Sedangkan pemakzulan adalah ranah hukum dan pembuktian. Mencampuradukkan keduanya hanya akan membahayakan stabilitas sistem pemerintahan.
Secara politik, proses pemakzulan membutuhkan dukungan dua pertiga anggota DPR dan pengujian oleh Mahkamah Konstitusi.
Tanpa dukungan bukti dan landasan hukum yang kuat, proses ini tidak hanya akan gagal secara prosedural, tetapi juga menimbulkan preseden buruk dalam penggunaan kewenangan MPR dan DPR.
Demokrasi memang memberi ruang kritik dan kontrol. Namun, ia juga memberi perlindungan kepada pejabat publik dari tekanan yang tidak berbasis hukum. Jika pemakzulan digunakan sebagai alat politik, maka konstitusi telah disalahgunakan.
Konstitusi memberikan batasan yang sangat ketat dalam mekanisme pemberhentian presiden dan wakil presiden. Ia melindungi sistem pemerintahan dari intervensi emosional dan tekanan opini.
Dalam hal Gibran, tidak ada satu pun syarat hukum dalam Pasal 7B UUD 1945 yang terpenuhi.
Apa yang terjadi dalam proses pencalonan Gibran adalah polemik etik, bukan pelanggaran hukum oleh dirinya.
Maka, koreksi terhadap proses Pemilu seharusnya dilakukan melalui evaluasi regulasi dan pengawasan yang lebih ketat ke depan, bukan dengan cara memaksakan pemakzulan.
Pemakzulan bukan sekadar wacana politik. Ia adalah langkah konstitusional yang sangat serius dan harus didasarkan pada hukum, bukan opini.
Baca juga: Optimisme dari Luka: Paradoks Harapan dan Kecemasan Rakyat Indonesia
Ketika kita menggunakan instrumen hukum untuk memuaskan kemarahan moral, maka yang rusak bukan hanya satu individu, melainkan seluruh sistem hukum dan demokrasi kita.
Karena itu, berdasarkan asas hukum, mekanisme konstitusional, dan fakta yang ada, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak dapat dimakzulkan.
Kritik terhadap proses politik memang sah, tetapi negara hukum menuntut lebih dari sekadar ketidakpuasan.
Last not but least, mari kita akhiri soal drama politik pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) 2024.
Kini saatnya kita membuka lembaran baru, merapatkan barisan bersatu padu sesama anak bangsa bahu membahu membangun negeri menuju Indonesia Emas 2045. Semoga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.