JAMBI, KOMPAS.com – Banjir besar yang melanda Kota Jambi saat Lebaran memicu keresahan kolektif di kalangan anak muda. Mereka tergugah untuk bertindak dan membentuk Gerakan Kawula Muda (GKM), sebuah koalisi yang mengusung berbagai kegiatan seni dan edukasi lingkungan selama sepuluh hari, mulai 22 April hingga 2 Mei 2025.
Gerakan ini bertepatan dengan peringatan Hari Bumi, Hari Buruh, Hari Pendidikan Nasional, dan World Press Freedom Day (WPFD). Agenda mereka meliputi pertunjukan seni, kelas ekologi, diskusi isu Papua, gastronomi, peluncuran buku, hingga konser Band Sukatani.
"Sebagai anak muda kita resah, bumi semakin rusak dan sempit, sementara langit terasa sesak karena polusi dan krisis iklim," ujar Zander Deden, perwakilan GKM saat konferensi pers di Lenara Space, Rabu (23/4/2025).
Baca juga: Dedi Mulyadi Mengaku Sudah Terbiasa Dapat Ancaman Pembunuhan Sejak Jadi Bupati
Deden menambahkan, gerakan ini mengangkat kembali nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Melayu, seperti Langit Seleba Payung dan Bumi Seleba Dulang, sebagai pengingat pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem.
"Sesungguhnya kita sedang mengangkat kembali pandangan leluhur tentang kesakralan semesta: bahwa langit dan bumi memiliki batas, dan kehancurannya adalah cermin dari kerusakan laku manusia itu sendiri," katanya.
Menurutnya, perubahan sosial di Jambi saat ini juga turut memperparah kondisi lingkungan. "Cara hidup lama perlahan tergeser, tergantikan oleh wajah-wajah baru dari pusaran perubahan ekonomi, budaya, dan politik," ujar Deden.
Baca juga: Detik-detik 3 Teknisi Tewas Tersengat Listrik Saat Pasang Tiang Wi-Fi di Cibinong
Ia mencatat, luas hutan Jambi yang semula mencapai 3,4 juta hektar kini tersisa sekitar 524.479 hektar.
Selama kegiatan berlangsung, GKM akan menghitung emisi karbon yang dihasilkan dan menanam pohon di kawasan yang terdegradasi sebagai bentuk pertanggungjawaban ekologis.
"Harapannya bisa meluas pada setiap kegiatan pemerintah dan aktivitas korporasi," tambahnya.
Dukungan juga datang dari Walhi Jambi. Dwi Nanto dari lembaga tersebut menyambut baik kesadaran generasi muda yang ingin menghentikan kerusakan lingkungan.
"Krisis iklim telah terjadi, sehingga pemerintah perlu menurunkan laju deforestasi dan eksploitasi ruang hidup rakyat," kata Dwi.
Sejumlah kegiatan seni turut meramaikan gerakan ini. Di antaranya pertunjukan seniman jalanan Ismet Raja Tengah Malam, diskusi budaya Papua, parade musik seniman Lampung Threesixty, hingga peluncuran buku *Bangsa Pelaut* karya Wenri Wanhar.
Puncak acara akan digelar pada 2 Mei 2025, berupa talk show bersama Band Sukatani dan AJI Jambi, yang membahas kebebasan pers dan ekspresi. Acara akan ditutup dengan penampilan Band Sukatani yang membawakan lagu-lagu bertema sosial dan lingkungan.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini