DENPASAR, KOMPAS.com - Badan Narkotika Nasional (BNN) melibatkan Universitas Udayana, Bali, dalam penelitian pemanfaatan tanaman ganja medis.
Riset mendalam perlu dilakukan untuk mengungkapkan ada tidaknya kandungan obat pada tanaman ganja sebagaimana klaim sejumlah pihak selama ini.
"Kita juga membuka ruang untuk berdiskusi tentang ganja berdasarkan hasil penelitian. Bukan berdasarkan mitos atau berdasarkan pengakuan pribadi-pribadi orang yang menggunakan ganja tersebut," kata Kepala Badan Nasional Narkotika (BNN) Komjen Marthinus Hukom dalam kuliah umum di Universitas Udayana, Bali, pada Selasa (15/7/2025).
Baca juga: Respons Legalisasi Ganja Medis, Kepala BNN: Bukan Kewenangan Kami
Marthinus mengatakan, tanaman ganja memiliki kandungan berbagai jenis zat yang belum bisa dipastikan khasiatnya dalam dunia medis.
Dua zat yang terkandung di antaranya adalah zat CBD atau cannabidiol, serta senyawa kimia THC atau delta-9-tetrahidrokanabinol.
"Pertanyaannya, yang mana yang menjadi obat? Apakah cannabinol-nya atau tetra, apa? Tetra kanabinoid ataukah ada yang lain? Jadi kita sedang melakukan penelitian," kata dia.
Marthinus akan mendorong pemerintah untuk membuat peraturan tentang penggunaan dan peredaran apabila hasil penelitian menyatakan ganja bisa dijadikan tanaman obat.
Perlu adanya payung hukum agar ganja tidak bisa beredar secara bebas seperti membeli sayur di pasar tradisional.
"Kalaupun terbukti bahwa ganja bisa mengobati, bukanlah melegalkan, tapi diatur penggunaannya dengan menggunakan resep dokter. Bukan dibebaskan dijual seperti jual kampung di pasar gitu," katanya.
Baca juga: MK Tolak Gugatan Legalitas Ganja Medis, tapi Minta Pemerintah Lakukan Pengkajian
Menurut Marthinus, saat ini tercatat ada 1,4 juta penyalahguna narkoba jenis ganja di Indonesia.
Ia menilai, banyak pengguna ganja ini berisiko meningkatkan prevalensi dan penyalahgunaan di kalangan masyarakat.
Apalagi, tanaman ganja mudah dirawat dan dikembangkan di Indonesia.
Karena itu, BNN tetap menindak segala bentuk peredaran dan penyalahgunaan ganja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
"Dampak dari penggunaan ganja, orang hidup dalam ilusi, dalam khayalan-khayalan. Lalu penduduk kita yang miskin, yang tidak berpendidikan, yang kurang akses untuk ekonomi dan pendidikan, mereka hidup dalam khayalan-hayalan tadi akibat dari ganja. Coba bayangkan apa yang sedang terjadi dengan moral anak-anak kita hari ini," katanya.
Baca juga: Sikap Politik Anies Terkait Penggunaan Ganja Medis di Indonesia
Sementara itu, Rektor Universitas Udayana Ketut Sudarsana mengatakan, riset ganja medis dilakukan oleh BNN dan peneliti dari Fakultas Ilmu Farmasi.
Riset mulai dilakukan pada awal tahun 2025.
Sudarsana mengaku belum bisa mengumumkan hasil riset awal karena proses penelitian masih berlanjut.
"Riset mulai sejak awal tahun dan sedang berjalan. Kami juga memohon izin bahan dasarnya dari riset dari BNN," katanya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini