KOMPAS.com - Aliansi Dosen Akademik dan Kevokasian Seluruh Indonesia (ADAKSI) melakukan audiensi dengan pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menyampaikan lima poin aspirasi tentang pendidikan dan kesejahteraan dosen, Selasa (26/8/2025).
Audiensi dilaksanakan setelah ADAKSI memajang 63 papan bunga utama di halaman gedung Kemenkeu, Jakarta Pusat dalam rangka hari ulang tahun ke-63 Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang dikirim oleh dewan pengurus dari seluruh daerah di Indonesia.
Delapan dari 40 orang anggota ADAKSI yang hadir dipersilakan beraudiensi dengan perwakilan Kemenkeu salah satunya Kepala Bagian Manajemen Hubungan Media dan Kelembagaan Masyarakat, Endang Unandar.
Poin pertama aspirasi mereka adalah hentikan kapitalisasi pendidikan yang berkaitan dengan tunjangan kinerja.
Baca juga: Adaksi Minta Mendikti Brian Cairkan Tukin Dosen Bersamaan THR Idul Fitri
Perpres nomor 18 tahun 2025 ya Pasal 7 disebutkan bahwa penerima tunjangan kinerja itu hanya dosen di kampus berstatus Satker, LL Dikti, dan BLU Non-remunerasi.
Sedangkan dosen BLU Remun dengan PTNBH itu tidak mendapatkan tunjangan kinerja pegawai.
"Sekarang di kampus ramai demo UKT tinggi. Nah inilah salah satu efeknya. Kenapa? Di kampus BLU dan kampus PTNBH, itu kampus harus membayarkan remunerasinya. Nah remunerasi itu sama dengan tukin, tunjangan kinerja," kata Ketua DPW ADAKSI Jakarta, Jawa, Banten, Imam Akhmad usai audiensi.
Untuk mampu membayarkan remunerasi yang bahkan setara tukin, kampus harus memiliki pendapatan yang tinggi.
"Artinya apa? Mereka akan membuat UKT-nya menjadi tinggi untuk salah satunya membayar tunjangan kinerja atau di kampus tersebut namanya remunerasi. Nah artinya kapitalisasi akan terjadi terus. Karena negara itu akhirnya seolah-olah ingin lepas tangan, ingin lepas tangan di dalam pengelolaan pendidikan," jelas Imam.
Maka itu, ADAKSI menyerukan UKT juga diturunkan, poin kedua aspirasi mereka.
"Sekarang kampus besar ingin menambah prodi sebanyak-banyaknya dengan UKT yang mahal. Nah mahasiswalah dan orangtua yang menjadi korban dari sistem kapitalisasi pendidikan ini," ucapnya.
Ketiga, ADAKSI berharap tukin dosen ASN pada 2020-2024 yang belum dibayarkan agar bisa cair.
Keempat, mereka berharap pemberian tukin tidak memandang klasterisasi atau kategori kampus.
Terakhir, ADAKSI mendatangi Kemenkeu lantaran anggaran pendidikan tahun 2026 mencapai Rp 757,8 triliun atau 20 persen dari total RAPBN.
Namun dari anggaran pendidikan itu senilai Rp 355 triliun diperuntukkan program Makan Bergizi Gratis, padahal Badan Gizi Nasional telah memiliki anggaran tinggi.
Begitu juga dengan anggaran untuk program Sekolah Unggulan dan Sekolah Garuda.
Baca juga: Adaksi: Kesejahteraan Dosen Berbanding Lurus dengan Kemajuan Pendidikan Tinggi Negara
"Artinya Kementerian Keuangan harus mengawal bahwa anggaran pendidikan 20 persen itu benar-benar dipakai di sektor pendidikan yang seharusnya, yang dulu ketika undang-undang dirancang itu memang untuk pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Bukan yang lain-lain," ucap Imam.
Audiensi ADAKSI dan pihak Kemenkeu berlangsung sekitar tiga jam.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang