Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/08/2025, 11:03 WIB
Alma Erin Mentari

Penulis

Sumber kompas.com

KOMPAS.com - Nasi tumpeng sering hadir dalam perayaan penting di Indonesia, mulai dari ulang tahun, syukuran, hingga Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Hidangan berbentuk kerucut ini lebih dari sekadar nasi kuning dengan lauk pauk di sekelilingnya.

Tumpeng punya makna simbolis yang dalam, terutama hubungannya dengan rasa syukur kepada Tuhan. Meski begitu, masih banyak orang yang salah memahami cara penyajiannya.

Salah satu kebiasaan yang sering terjadi adalah memotong puncak tumpeng layaknya kue. Padahal, tindakan ini dianggap menyalahi filosofi yang terkandung di dalamnya.

Artikel ini akan membahas alasan mengapa puncak tumpeng tidak boleh dipotong serta cara makan yang benar menurut pakar budaya.

Baca juga:

Puncak Tumpeng Adalah Simbol Tuhan

Dilansir dari laman Kompas.com, menurut Murdijati Gardjito, peneliti Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, puncak tumpeng memiliki makna sakral.

Bentuk kerucut tumpeng terinspirasi dari Gunung Mahameru dalam budaya Hindu India, yang dianggap sebagai tempat para dewa bersemayam.

Puncak tumpeng yang runcing melambangkan Tuhan Yang Maha Esa, sementara bagian bawahnya melambangkan manusia dengan berbagai tingkatan kehidupannya.

Karena itu, memotong puncak tumpeng berarti sama dengan memutus hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Filosofi ini menjadikan tumpeng sebagai simbol manunggaling kawula lan Gusti, penyatuan manusia dengan Tuhan.

Kesalahan Karena Pengaruh Budaya Barat

Tradisi memotong puncak tumpeng diyakini muncul akibat pengaruh budaya Barat, terutama kebiasaan memotong kue ulang tahun. Dalam budaya Barat, potongan pertama kue melambangkan penghormatan bagi orang yang berulang tahun.

Namun, menerapkan cara ini pada tumpeng justru melanggar makna aslinya. Tumpeng bukan sekadar hidangan, melainkan lambang syukur dan doa.

Ilustrasi nasi tumpeng dengan berbagai lauk. SHUTTERSTOCK/HUEY MIN Ilustrasi nasi tumpeng dengan berbagai lauk.

Cara Makan Tumpeng yang Benar

Alih-alih dipotong dari atas, tumpeng seharusnya dimakan bersama-sama dengan cara “dikepung”. Artinya, nasi diambil dari bagian bawah bersamaan dengan lauk yang ada di sekelilingnya. Perlahan, nasi akan habis hingga bertemu dengan bagian puncak.

Cara ini melambangkan kesatuan dan kebersamaan, serta mengajarkan bahwa semua manusia kembali pada Sang Pencipta.

Selain dengan tangan, tumpeng juga bisa disantap menggunakan sendok. Hal yang terpenting adalah tidak langsung mengambil puncaknya. Dengan begitu, makna syukur dan kebersamaan tetap terjaga.

Makna Kebersamaan dalam Tumpeng

Lebih dari sekadar makanan, tumpeng adalah medium sosial yang mempererat hubungan antarindividu.

Filosofi makan bersama dari bawah hingga ke atas mengajarkan kesetaraan, bahwa semua orang berhak menikmati bagian yang sama.

Lauk pauk yang beragam di sekeliling tumpeng juga mencerminkan kekayaan bumi serta aneka rezeki yang patut disyukuri.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Foodplace (@my.foodplace)

 

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau