Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Pelanggan Bawa Komputer & Printer, Starbucks Korea Bikin Aturan Baru

Kompas.com - 16/08/2025, 16:03 WIB
Alma Erin Mentari

Penulis

Sumber fortune

KOMPAS.com - Bagi banyak orang, bekerja sambil ngopi di kafe terdengar ideal. Tapi di Korea Selatan, tren ini berubah ekstrem.

Dilansir dari laman Fortune, pelanggan Starbucks di Korea Selatan bukan hanya membawa laptop, melainkan menyeret komputer desktop, perangkat komputer utuh seperti CPU, monitor, keyboard, mouse, hingga printer ke meja kafe.

Fenomena ini membuat suasana gerai lebih mirip kantor darurat ketimbang ruang santai. Untuk menjaga kenyamanan semua pengunjung, Starbucks Korea akhirnya memperbarui kebijakan.

Baca juga:

“Laptop dan perangkat kecil masih diperbolehkan, tapi pelanggan diminta untuk tidak membawa komputer desktop, printer, atau barang besar lain yang bisa mengurangi kursi dan memengaruhi ruang bersama,” kata juru bicara Starbucks kepada Fortune.

Lewat aturan ini, perusahaan menegaskan bahwa Starbucks tetap ingin menjadi “ruang ketiga” yang ramah, tempat di antara rumah dan kantor untuk bersantai.

Fenomena Cagongjok di Kafe Korea

Tren menjadikan kafe sebagai kantor dadakan dikenal dengan istilah cagongjok. Kata ini berasal dari gabungan “café”, “gongbu” (belajar), dan “jok” (suku), yang kini bernuansa peyoratif.

Starbucks bukan satu-satunya yang menghadapi fenomena ini. Sejak pandemi COVID-19, jumlah pekerja jarak jauh meningkat pesat.

Ditambah lagi, keterbatasan ruang kantor di Seoul dan harga sewa yang melambung membuat banyak pekerja memilih kafe sebagai ruang kerja murah meriah.

“Ini sebenarnya cara kerja yang murah. Cukup pesan segelas kopi, kerja di sana tapi sekarang orang-orang agak kebablasan,” ujar Jo Elfving-Hwang, profesor asosiasi masyarakat dan budaya Korea di Curtin University, Australia.

Ilustrasi bekerja di kafe atau work from cafe. SHUTTERSTOCK/KOOLYPHOTO Ilustrasi bekerja di kafe atau work from cafe.

Budaya Nongkrong dan Sejarahnya

Menurut Young-Key Kim-Renaud, profesor emeritus bahasa dan budaya Korea di George Washington University, budaya berkumpul di rumah teh atau kafe bukan hal baru.

“Bahkan ketika mereka masih sangat miskin, orang-orang berkumpul di rumah teh untuk berdiskusi soal sastra, seni, politik, apa pun, dan merasa beradab,” katanya kepada Fortune.

Kini, budaya itu berkembang menjadi tren kerja jarak jauh di kafe, meski memunculkan masalah baru bagi pemilik usaha.

Sebagian menyebut kelompok cagongjok sebagai “pencuri listrik,” karena bekerja berjam-jam hanya dengan membeli satu minuman.

Ruang Kantor yang Semakin Sulit

Data dari CBRE pada April 2025 menunjukkan tingkat kekosongan ruang kantor di Seoul hanya sekitar 2,6 persen, sementara rata-rata harga sewa naik 1,5 persen dari kuartal sebelumnya.

Situasi ini membuat banyak perusahaan enggan menambah kantor dan membiarkan karyawan bekerja dari rumah atau ruang bersama.

“Orang-orang semakin terbiasa kerja dari rumah, dan perusahaan menyadari tidak selalu perlu punya kantor sendiri,” jelas Elfving-Hwang.

Ilustrasi bekerja di kafe atau work from cafe.SHUTTERSTOCK/INSTA_PHOTOS Ilustrasi bekerja di kafe atau work from cafe.

Starbucks Kembali ke Identitas Kafe

Langkah Starbucks Korea melarang komputer dan printer menjadi sinyal bahwa kafe ingin kembali ke identitas awalnya sebagai tempat bersantai. “Saya malah terkejut butuh waktu selama ini,” tambah Elfving-Hwang soal kebijakan baru ini.

Dengan lebih dari 2.050 gerai di Korea, bahkan melampaui Jepang, Starbucks tetap ingin menjadi ruang yang nyaman untuk semua, tanpa harus kehilangan citra sebagai kafe karena berubah menjadi kantor dadakan.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Foodplace (@my.foodplace)

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau