Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Menu Sahur Para Tokoh di Balik Penyusunan Naskah Proklamasi

Kompas.com - 16/08/2025, 12:03 WIB
Alma Erin Mentari

Penulis

Sumber intisari

KOMPAS.com - Tanggal 17 Agustus 1945 adalah momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia. Namun, tak banyak yang tahu bahwa sebelum naskah proklamasi dibacakan, para tokoh kemerdekaan harus melewati malam panjang yang penuh ketegangan.

Proses perumusan teks proklamasi berlangsung di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda hingga menjelang subuh. Menariknya, malam itu bertepatan dengan bulan Ramadan. Artinya, mereka yang berpuasa harus menyiapkan sahur sederhana di tengah perjuangan besar.

Artikel ini akan mengajak pembaca menelusuri seperti apa menu sahur Bung Hatta, Soebardjo, dan tokoh lainnya. Dari roti hingga nasi goreng, setiap hidangan sederhana itu menjadi saksi lahirnya kemerdekaan Indonesia.

Baca juga:

 

Sahur di Rumah Laksamana Maeda

 

Rapat perumusan teks proklamasi dilakukan di rumah dinas Laksamana Muda Tadashi Maeda, seorang perwira Jepang yang bersimpati pada perjuangan Indonesia.

Rumah inilah yang menjadi tempat aman bagi Soekarno, Mohammad Hatta, dan Achmad Soebardjo menyusun kalimat bersejarah “Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.”

Proses rapat berlangsung hingga dini hari, sementara fajar semakin dekat. Karena saat itu umat Muslim menjalani ibadah puasa Ramadan, makanan sahur menjadi penting untuk mereka yang berpuasa.

Menu Sahur Bung Hatta

Dilansir dari artikel Intisari, dalam buku Sekitar Proklamasi (1969), Mohammad Hatta mengenang bahwa menu sahurnya kala itu sangat sederhana: roti, telur, dan ikan sarden. Tak ada hidangan mewah, semuanya disiapkan sepraktis mungkin di rumah Maeda.

Kesederhanaan menu itu justru memperlihatkan fokus para tokoh pada perjuangan, bukan pada kenyamanan pribadi. Sahur sekadar mengisi tenaga sebelum melanjutkan puasa di hari bersejarah yang akan mengubah arah bangsa.

Ilustrasi olahan ikan sarden kalengan. Dok. Shutterstock/SebeningPelangi Ilustrasi olahan ikan sarden kalengan.

Soekarno Tidak Berpuasa

Presiden Soekarno sendiri tidak ikut berpuasa saat itu karena kondisi kesehatannya terganggu. Ia masih menderita malaria dan membutuhkan tenaga ekstra untuk memimpin jalannya perumusan teks proklamasi.

Meskipun begitu, kehadiran Soekarno tetap vital, terutama ketika memimpin diskusi terkait kalimat pembuka hingga penutup proklamasi.

Nasi Goreng untuk Achmad Soebardjo

Selain roti dan sarden, nasi goreng juga hadir sebagai menu sahur. Hidangan sederhana ini dimasak oleh Satsuki Mishima, staf Maeda yang juga membantu meminjamkan mesin ketik untuk naskah proklamasi. Nasi goreng hangat itu disantap oleh Achmad Soebardjo dan beberapa tokoh lain yang ikut berjaga malam.

Menariknya, nasi goreng yang kini dianggap makanan sehari-hari justru pernah menjadi bagian penting dari momen monumental bangsa.

Filosofi di Balik Sahur Sederhana

Menu sahur yang sederhana ini seakan menjadi simbol semangat pengorbanan. Para tokoh bangsa tidak memikirkan kemewahan, bahkan di tengah momen paling menentukan sekalipun. Fokus mereka hanya satu: memastikan Indonesia merdeka.

Roti, sarden, telur, dan nasi goreng bukan sekadar makanan pengisi perut, melainkan saksi bisu perjuangan yang mengiringi lahirnya sebuah bangsa.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Foodplace (@my.foodplace)

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau