Penulis: VOA Indonesia/William Yang
BEIJING, KOMPAS.com - China berusaha meningkatkan usahanya dalam memuluskan hubungan dengan Uni Eropa pasca-Pilpres AS 2024.
Sejumlah pejabat tinggi dan media China mengingatkan bahwa menjalin hubungan yang baik merupakan kepentingan bagi Brussels maupun Beijing.
Di saat negara-negara di dunia mulai mengantisipasi dampak kemenangan Trump terhadap kebijakan luar negeri AS, analis mengatakan dorongan dari Beijing tampaknya bertujuan untuk memecah belah Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Baca juga: Dampak Pernyataan Bersama RI-China 2024: Peluang, Risiko, dan Implikasi Regional
“Beijing berusaha memanfaatkan ketidakpastian yang terjadi saat ini terkait dengan masa depan hubungan transatlantik untuk memastikan bahwa Uni Eropa menjauhi pendekatan yang semakin konfrontatif yang dilakukan oleh Washington terhadap China. Tetapi tujuan itu akan sulit dicapai oleh Beijing,” ujar Alicia Bachulsk, pakar kebijakan luar negeri China di lembaga kajian European Council on Foreign Relations.
“Eropa semakin sadar dampak negatif dari kebijakan luar negeri dan industri China terhadap pasar tunggal Eropa dan keamanan dari sayap timur NATO,” tambahnya dalam respons tertulis yang ia sampaikan pada VOA.
Wakil Kepala Urusan Eropa di Kementrian Luar Negeri China, Cao Lei, pada 9 November lalu mengatakan, kemenangan Trump bisa menjadi “titik balik di masa ini,” dan bahwa Uni Eropa dan China harus memperbaiki perpecahan serta meningkatkan hubungan bilateral.
“Tidak ada pihak yang ingin kembali ke dalam hukum rimba, tidak ada yang ingin kembali ke era konfrontasi dan Perang Dingin, dan tidak ada yang ingin kembali pada hegemoni sepihak. Hal-hal inilah yang dihadapi dalam hubungan China-Uni Eropa,” kata Cao.
Sejumlah analis asal China mengatakan, China dan Uni Eropa harus memperbaiki hubungan karena Eropa lebih penting bagi China dibandingkan Amerika Serikat.
Baca juga: Trump Bangun Kabinet Hawkish, Sinyal Keras untuk China?
“Dengan kembalinya Trump ke Gedung Putih, peningkatan kerja sama China-Eropa akan menguntungkan bagi kedua pihak untuk menyasar sejumlah [tantangan] di saat era baru dalam ketidakpastian dunia dimulai,” ungkap Feng Zhongping, kepala studi Eropa di Chinese Academy of Social Sciences, sebuah lembaga kajian yang berafiliasi dengan pemerintah China baru-baru ini.
Sementara itu, sejumlah kantor berita pemerintah China mendesak Uni Eropa untuk mengadopsi “pendekatan pragmatis” dalam menjalin kerja sama dengan China setelah blok tersebut memutuskan untuk menaikkan tarif kendaraan listrik yang diimpor dari China hingga sebesar 45,3 persen pada Oktober lalu.
“Sebuah prinsip kebijakan perdagangan dan ekonomi yang keras terhadap China hanya akan semakin mempersempit ruang gerak Uni Eropa dalam kerja sama ekonomi, yang mana sebagai gantinya akan memperparah kesulitan ekonomi yang diderita Uni Eropa,” tulis Global Times, media pmerintah China, dalam kolom opininya yang terbit pada Rabu (13/11/2024).
Tulisan ini pernah tayang di VOA Indonesia dengan judul "Antisipasi Perubahan Kebijakan Luar Negeri AS, China Desak Uni Eropa untuk Perbaiki Hubungan".
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini