GAZA, KOMPAS.com – Hamas menyatakan telah menerima proposal terbaru dari mediator Arab terkait gencatan senjata di Gaza.
Pernyataan ini disampaikan pada Senin (18/8/2025), di tengah kondisi perang yang telah berlangsung 22 bulan dan menewaskan lebih dari 62.000 warga Palestina.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan total korban jiwa mencapai 62.004 orang, sementara 156.230 lainnya mengalami luka. Separuh dari korban tewas disebut terdiri atas perempuan dan anak-anak.
Baca juga: Demo Israel: Ribuan Warga Tolak Perang Gaza, Netanyahu Dicemooh
Badan tersebut, meski dikelola oleh pemerintahan Hamas, diakui oleh PBB dan sejumlah pakar independen sebagai sumber data paling dapat diandalkan mengenai jumlah korban perang.
Israel meragukan angka tersebut, namun hingga kini belum merilis data resmi.
Pejabat senior Hamas, Bassem Naim, mengonfirmasi kepada Associated Press bahwa pihaknya menerima proposal dari mediator. Ia tidak merinci isi kesepakatan itu.
Seorang pejabat Mesir yang enggan disebutkan namanya mengatakan proposal baru mencakup perubahan dalam mekanisme penarikan pasukan Israel serta jaminan untuk melanjutkan negosiasi menuju gencatan senjata permanen.
Usulan ini disebut hampir sama dengan proposal sebelumnya yang pernah diterima Israel, namun Tel Aviv belum bergabung dalam putaran terbaru perundingan.
Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, menuturkan, mediator berupaya menghidupkan kembali rancangan gencatan senjata 60 hari yang sebelumnya difasilitasi AS.
Dalam kesepakatan itu, sebagian dari sekitar 50 sandera yang masih ditahan Hamas akan dibebaskan, sementara negosiasi untuk pembebasan sisanya serta gencatan senjata permanen terus dilakukan.
Baca juga: Warga Israel Kembali Gelar Aksi, Desak Perang Gaza Diakhiri dan Sandera Dibebaskan
“Mesir dan Qatar telah menyampaikan proposal yang diterima Hamas kepada Israel,” kata Abdelatty.
Ia menyebut Qatar turut terlibat dalam pembicaraan, bersama Perdana Menteri Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani. Tokoh senior Hamas, Khalil al-Hayya, juga telah berada di Kairo sejak pekan lalu.
Utusan khusus AS, Steve Witkoff, diundang untuk bergabung dalam proses perundingan.
Seorang pejabat Israel menegaskan posisi negaranya tidak berubah, terutama terkait tuntutan agar seluruh sandera dibebaskan.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan dalam sebuah video bahwa Hamas menerima proposal karena berada di bawah tekanan besar.
Netanyahu sebelumnya berjanji perang akan terus dilanjutkan hingga seluruh sandera kembali dan Hamas dilucuti persenjataannya. Israel juga menegaskan akan mempertahankan kendali keamanan jangka panjang di Gaza.
Amerika Serikat, melalui Presiden Donald Trump, menyampaikan keraguan terhadap perundingan yang berlarut-larut.
“Kita hanya akan melihat kembalinya para sandera ketika Hamas dikonfrontasi dan dihancurkan. Semakin cepat ini terjadi, semakin besar peluang keberhasilan,” tulis Trump di media sosial.
Baca juga: Pemimpin Hamas Tiba di Mesir untuk Hidupkan Lagi Rencana Gencatan Senjata Gaza
Rencana Israel untuk menduduki kembali Kota Gaza dan kawasan padat penduduk lain memicu kekhawatiran memburuknya krisis kemanusiaan. Para pakar menilai wilayah itu kini berada di ambang kelaparan.
Kementerian Kesehatan Gaza juga melaporkan 1.965 orang tewas sejak Mei 2024 saat berusaha mencari bantuan kemanusiaan.
Korban jatuh baik dalam kekacauan di sekitar konvoi PBB maupun ketika menuju pusat distribusi yang dijalankan Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), kontraktor asal Amerika Serikat yang mendapat dukungan Israel.
Saksi mata, pejabat kesehatan, dan kantor HAM PBB menyebut pasukan Israel berulang kali menembaki kerumunan warga yang menunggu bantuan. Israel membantah tuduhan itu dan menyatakan hanya melepas tembakan peringatan.
GHF dalam pernyataannya menegaskan kontraktor bersenjata mereka hanya menggunakan semprotan merica atau melepaskan tembakan ke udara pada kondisi tertentu untuk mencegah kerumunan menjadi tak terkendali.
Rencana Israel memperluas serangan dengan alasan menekan Hamas telah memicu kritik internasional. Di dalam negeri, demo Israel dilakukan oleh ribuan warga dengan turun ke jalan pada Minggu (17/8/2025) untuk menuntut pemerintah segera mengupayakan pembebasan sandera yang tersisa.
Baca juga: Sayap Kanan Ekstrem Israel Desak Netanyahu Menang Telak atas Hamas
Hamas sendiri menyatakan pembebasan sandera hanya mungkin dilakukan melalui gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini