TOKYO, KOMPAS.com - Jepang menggunakan robot yang dikendalikan jarak jauh untuk membersihkan sisa radioaktif di salah satu gedung reaktor yang rusak di pembangkit nuklir Fukushima Daiichi.
Tingkat radiasi yang sangat tinggi membuat pengangkatan sisa bahan bakar dan puing-puing lainnya memiliki tantangan paling berat dalam proyek penonaktifan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima, yang telah berlangsung belasan tahun.
Pembangkit nuklir Fukushima Daiichi sempat dihantam gempa dan tsunami pada 11 Maret 2011, yang menyebabkan kecelakaan nuklir terbesar sepanjang sejarah dunia, reaktornya mengalami kerusakan serius disertai pelepasan sejumlah zat radioaktif ke lingkungan.
Baca juga: Jepang Akan Lepaskan Satu Juta Ton Air dari Pembangkit Nuklir Fukushima
Melansir AFP pada Rabu (20/8/2025), sekitar 880 ton bahan berbahaya masih berada di dalam PLTN ini yang dikelola oleh Tokyo Electric Power Company (TEPCO).
Juru bicara TEPCO mengatakan kepada AFP bahwa perusahaan telah menurunkan dua robot, “Spot” dan “Packbot”, di salah satu gedung reaktor yang rusak pada Selasa (19/8/2025) untuk mengukur tingkat radiasi.
Keduanya dilengkapi dengan dosimeter, alat untuk mengukur radiasi. Khusus, untuk “Spot”, robot yang menyerupai anjing memiliki kamera.
Dalam siaran pers, TEPCO mengatakan bahwa hasil penyelidikan ini akan digunakan untuk membantu menentukan “metode pengambilan sisa bahan bakar secara skala penuh”.
Media penyiaran publik, NHK, dan media lokal lainnya melaporkan bahwa survei ini akan berlanjut selama sekitar sebulan.
Baca juga: Pembangkit Nuklir Fukushima 11 Tahun Pasca-tragedi Ledakan, Masih Berbahayakah?
Sampel kecil dari sisa bahan radioaktif telah dikumpulkan dua kali dalam proyek percobaan menggunakan alat khusus, tetapi pengangkatan penuh belum dilakukan.
Sampel tersebut telah dibawa ke laboratorium penelitian untuk dianalisis.
TEPCO mengumumkan pada Juli bahwa operasi besar untuk menyingkirkan puing radioaktif telah ditunda hingga setidaknya 2037.
Sebelumnya, perusahaan ini berharap dapat memulai operasi skala besar pada awal 2030-an.
Perubahan tersebut memicu keraguan dari tujuan awal yang dinyatakan TEPCO dan pemerintah untuk menonaktifkan kompleks PLTN Fukushima Daiichi pada 2051.
Namun, TEPCO meyakinkan pada bulan lalu bahwa tenggat waktu yang tersisa masih bisa untuk dikejar, sekaligus tidak menampik adanya “tantangan berat” dalam mengerjakannya.
Baca juga: Gempa Rusia M 8,8 Bangkitkan Kenangan Bencana Nuklir Fukushima
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini