Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah WNI Jadi Ilmuwan AI di London, Satu-satunya Orang Indonesia yang Kembangkan Gemini

Kompas.com - 20/08/2025, 16:48 WIB
BBC INDONESIA,
Inas Rifqia Lainufar

Tim Redaksi

Dari kampus ke pusat AI dunia

Setelah menyelesaikan studi di CMU, Adhi mendaftar ke berbagai universitas bergengsi untuk studi doktoral.

Ia mengaku diterima di Harvard, Stanford, dan beberapa universitas lain di AS dengan tawaran beasiswa penuh. Namun, pilihannya jatuh pada Oxford.

"Saya juga diterima di Oxford, dan profesor saya di sana—yang sebelumnya pernah bekerja di DeepMind—menawari saya beasiswa penuh untuk program doktoral," ujarnya.

Sang profesor juga membuka jalan bagi Adhi untuk menempuh studi sambil bekerja langsung di DeepMind.

"Ini kesempatan langka—belajar teorinya sambil terjun langsung ke aplikasinya," kata Adhi.

Direktur Ilmuwan Riset di DeepMind, Marc'Aurelio Ranzato, menyebut Adhi dipilih karena kualitasnya.

"Adhi ketika itu adalah kandidat yang terbaik, dari segi kedalaman dan luasnya pengetahuan serta kreativitas," ujar Marc.

"Khususnya, Adhi membawa keahlian unik dalam pemrosesan bahasa alami (NLP) yang merupakan inti dari pengembangan Large Language Model (LLM) modern."

Marc juga menyebut Adhi sebagai "sosok kolaboratif yang sangat teliti dan berkontribusi besar dalam riset AI", dengan menyebut sejumlah penelitiannya termasuk dalam bidang LLM.

Kini, Adhi menjadi bagian dari tim riset inti di DeepMind yang mengembangkan Gemini.

Kantor Google di kawasan King's Cross, London, tempat Adhi bekerja, adalah kompleks modern yang sangat luas.

Di situ, para karyawan difasilitasi dengan sejumlah ruang makan yang menyajikan hidangan untuk sarapan, makan siang, hingga makan malam, serta fasilitas penunjang seperti tempat gym dan area rehat.

Fokus riset Adhi adalah membuat Gemini semakin cerdas, efisien, dan mudah diakses bagi semua kalangan.

Adhi mengatakan inti dari pekerjaannya ada dua: model dan data.

Model seperti Gemini bekerja menggunakan deep learning—yakni sistem jaringan saraf tiruan (neural networks) yang memungkinkan mesin mengenali pola, belajar, dan menyimpulkan.

"Deep learning itu ibarat muridnya, datanya itu gurunya. Kalau mau AI bisa menjawab dalam bahasa Indonesia, atau misalnya bahasa daerah lain, kita perlu kasih banyak contoh data dalam bahasa itu," jelasnya.

Ditanya apa keunikan Gemini dibandingkan ChatGPT, Adhi menyebut kekuatan Gemini: kualitas tinggi dengan harga murah dan integrasi produk Google.

"Misalnya, Gemini bisa bantu Google Search jadi lebih efisien, tanpa harus banyak klik, dan bantu menulis email di Gmail sesuai gaya bahasa kita."

Menurutnya, perkembangan AI seperti Gemini bukan sekadar untuk kemudahan, tapi kunci keadilan.

"Orang kaya mungkin bisa bayar guru privat. Tapi AI bisa bantu anak-anak yang tidak mampu mendapat akses pendidikan yang sama," katanya.

"Bayangkan anak-anak di pelosok Indonesia bisa belajar sesuai kebutuhan masing-masing. Kalau dia sudah jago perkalian tapi lemah di pembagian, AI akan bantu latihan bagian itu."

Tantangan yang dihadapi para ilmuwan, kata Adhi, adalah data dalam sejumlah bahasa—termasuk bahasa Indonesia—jauh lebih sedikit dibanding bahasa Inggris.

Karena itu, kata Adhi, ia mendorong kolaborasi agar pengembangan AI lebih merata secara global.

Beberapa risetnya mengeksplorasi bagaimana menekan biaya penggunaan Gemini agar bisa diterapkan lebih luas.

Baca juga: Awal Mula Jet Tempur Siluman Tercipta, Teori Ilmuwan Rusia Jadi Fondasi

"Model seperti Gemini jangan hanya bisa dikembangkan oleh perusahaan besar seperti Google," katanya.

"Universitas-universitas, bahkan di negara berkembang seperti Indonesia, juga harus bisa meneliti dan membangun AI dengan sumber daya terbatas."

Di kantor pusat DeepMind London, Adhi hanya satu dari sedikit peneliti asal Asia Tenggara.

"Nanti bulan Oktober baru ada satu orang Indonesia lagi yang bergabung," ujarnya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau