Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, fenomena ini dipicu oleh kombinasi gerak semu matahari dan pengaruh Monsun Australia, yang menyebabkan udara kering serta minim pembentukan awan di banyak wilayah.
Kombinasi Gerak Semu Matahari dan Monsun Australia
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan bahwa saat ini posisi semu matahari sedang berada di selatan garis ekuator, tepatnya pada bulan Oktober.
Kondisi ini membuat wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan menerima paparan sinar matahari secara lebih intens.
“Posisi ini membuat wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan, seperti Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua, menerima penyinaran matahari yang lebih intens sehingga cuaca terasa lebih panas di banyak wilayah Indonesia,” ujar Guswanto dikutip dari rilis BMKG, Rabu (15/10/2025).
Selain itu, pengaruh Monsun Australia juga memperkuat angin timuran yang membawa massa udara kering dan hangat.
Kombinasi dua faktor tersebut menyebabkan radiasi matahari mencapai permukaan bumi secara maksimal sehingga suhu udara meningkat signifikan pada siang hari.
Sementara itu, Direktur Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani mengatakan, berdasarkan pengamatan suhu maksimum di berbagai wilayah, sebagian besar daerah Indonesia mencatat suhu di atas 35°C.
Beberapa daerah yang mengalami suhu tertinggi di antaranya Nusa Tenggara, Jawa bagian barat hingga timur, Kalimantan bagian barat dan tengah, Sulawesi bagian selatan dan tenggara, serta sebagian Papua.
“Pada 12 Oktober 2025, suhu tertinggi tercatat sebesar 36,8°C di Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Kupang (NTT), dan Majalengka (Jawa Barat). Kemudian, suhu sedikit menurun menjadi 36,6°C di Sabu Barat (NTT) pada 13 Oktober 2025,” jelasnya.
Suhu kembali meningkat pada 14 Oktober 2025 dengan rentang 34–37°C, di mana Majalengka (Jawa Barat) dan Boven Digoel (Papua) mencatat suhu tertinggi mencapai 37,6°C.
“Konsistensi tingginya suhu maksimum di banyak wilayah menunjukkan kondisi cuaca panas yang persisten, didukung oleh dominasi massa udara kering dan minimnya tutupan awan,” kata Andri.
Masih ada potensi hujan lokal
Meski cuaca panas masih mendominasi, BMKG menyebutkan potensi hujan lokal akibat proses konvektif masih mungkin terjadi, terutama pada sore hingga malam hari di beberapa wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Papua.
Guswanto mengimbau masyarakat tetap waspada terhadap perubahan cuaca mendadak.
“Tetap waspada terhadap potensi perubahan cuaca mendadak seperti hujan disertai petir dan angin kencang pada sore atau malam hari,” ujarnya.
Imbauan kesehatan dan pemantauan cuaca
BMKG mengingatkan masyarakat untuk menjaga kondisi tubuh selama cuaca panas ekstrem berlangsung.
Warga disarankan mencukupi asupan cairan, menghindari aktivitas luar ruangan saat siang hari, serta menggunakan pelindung diri dari paparan langsung sinar matahari.
Selain itu, masyarakat diminta terus memantau informasi cuaca terkini melalui situs resmi bmkg.go.id, akun media sosial BMKG, atau aplikasi Info BMKG untuk mendapatkan peringatan dini terkait perubahan cuaca ekstrem.
https://www.kompas.com/kalimantan-barat/read/2025/10/18/092500988/penyebab-cuaca-panas-di-indonesia-dan-sampai-kapan-berakhir-