KOMPAS.com - Media sosial diramaikan dengan unggahan yang menyebutkan masyarakat pesisir, seperti Pati, Jawa Tengah dikenal memagang falsafah Jawa ngalah, ngalih, ngamuk.
Unggahan ini muncul seiring aksi demo besar-besaran untuk memprotes kebijakan Bupati Pati, Sudewo yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen pada Rabu (13/8/2025).
Aksi ini tak hanya dipicu besarnya kenaikan pajak, tetapi juga komentar Sudewo yang menantang masyarakat untuk berdemo dengan jumlah 5.000 hingga 50.000 orang.
"Nah ini baru orang Jawa pesisir. Ngalah, ngalih, ngamuk. Udah bagian ngamuk-nya,".
Masyarakat pesisir disebut cenderung mengalah saat bersabar, mengalihkan diri saat tak ingin ribut, namun meledak saat batas kesabaran terlampaui.
Lantas, benarkah falsafah Jawa ngalah, ngalih, ngamuk sebagai karakter masyarakat pesisir?
Baca juga: Fakta Demo Pati Hari Ini, Tuntutan Aksi hingga Sosok Bupati Sudewo
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Derajad Sulistyo Widhyharto mengatakan, falsafah Jawa ngalah, ngalih, ngamuk menjadi cerminan karakter sebagian masyarakat, termasuk di pesisir.
“Ngalah itu artinya mengalah. Kalau bagi mereka sesuatu bukan hal penting untuk diperhatikan, ya lebih baik mengalah saja,” kata Derajad saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/8/2025).
Ia menambahkan, tahap berikutnya adalah ngalih, yang berarti memilih menghindar.
“Mereka tidak ingin cari gara-gara. Tapi kalau sudah ditantang, mereka akan ngamuk,” tegasnya.
Menurut Derajad, falsafah ini membuktikan bahwa masyarakat bukan pihak yang mencari masalah. Namun, jika diganggu atau ditantang, mereka akan menerima tantangan itu.
Baca juga: Sudewo Tolak Mundur dari Jabatan Bupati Pati, Ini Alasannya
Derajad menilai, karakter masyarakat pesisir memiliki perbedaan signifikan dibandingkan masyarakat pegunungan.
Menurutnya, kedekatan warga pesisir dengan alam membuat mereka memiliki pola hidup yang sederhana dan fokus pada mata pencaharian dari laut.
“Mereka hidup dari laut, tidak perlu memberi makan ikan, cukup menangkapnya. Urusan pajak dan hal-hal administratif bukan prioritas utama mereka. Yang penting, kalau dirasa wajar, ya akan mereka jalankan,” kata Derajad.
Selama ini, masyarakat pesisir dan pemerintah berjalan masing-masing tanpa banyak saling mengganggu.