"AI adalah alat bantu, dan bukan keajaiban," ungkap Tabaku.
Tabaku mengatakan, jika digunakan oleh orang yang tepat, AI dapat membantu pemerintahan lebih transparan, efisien, dan bersih.
Namun, jika dikelola oleh pihak yang salah, AI hanya akan menjadi topeng digital yang menyembunyikan masalah lama.
Tabaku juga mengatakan harus ada konsultasi publik dan kejelasan seputar cara teknologi tersebut diterapkan, besaran biaya, serta siapa yang akan memprogram teknologi tersebut.
"Jika aktor yang sama yang diuntungkan dari tender korup adalah mereka yang memprogram algoritmanya, maka kita tidak akan menuju masa depan. Kita sedang membangun masa lalu," ujarnya.
Baca juga: Ada Ribuan Situs Berita yang Sepenuhnya Ditulis AI, Sebarkan Informasi Tidak Akurat
Di Albania, penggunaan AI sudah merambah dalam bidang administrasi. Teknologi AI di sana telah dapat menganalisis transaksi pajak dan bea cukai secara real time, serta mengidentifikasi adanya penyimpangan.
Wilayah negara tersebut juga dipantau oleh pesawat nirawak pintar dan sistem satelit yang menggunakan AI.
Sebelumnya, mereka menggunakan drone tersebut untuk memeriksa pelanggaran hukum di lokasi konstruksi dan pantai serta perkebunan ganja di daerah pedesaan.
Selain itu, terdapat rencana untuk menggunakan AI dalam mengatasi masalah lalu lintas. Para pemerintah merencanakan teknologi pengenalan wajah untuk mengidentifikasi pelanggaran.
Mereka akan mengirim surat digital tersebut melalui ponsel pengemudi, yang isi pesannya dapat berupa perintah mengurangi kecepatan, serta detail denda tilang.
Terdapat juga aspirasi untuk menggunakan AI dalam perawatan kesehatan, pendidikan, dan identifikasi digital warga negara.
Baca juga: CEO Amazon Web Services Ungkap Skill Penting untuk Sukses di Era AI, Bukan Coding
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini