KOMPAS.com - Wacana soal pemecatan anggota DPR kerap muncul ketika publik merasa geram dengan sikap atau perilaku wakil rakyat yang dianggap tidak berpihak kepada masyarakat.
Tak jarang, pertanyaan sederhana pun muncul, apakah presiden bisa langsung memecat anggota DPR?
Pertanyaan ini wajar mengingat presiden sering kali dianggap sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan.
Namun, dalam praktik ketatanegaraan Indonesia, kedudukan presiden dan DPR berada dalam sistem yang berbeda meski sejajar. Atas dasar inilah, keduanya tidak bisa saling menjatuhkan.
Baca juga: Buat Apa Anggota DPR Dinonaktifkan kalau Tetap Bisa Terima Gaji dan Hak-hak Lainnya?
Di Indonesia, presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat.
Sementara itu, anggota DPR juga dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu legislatif.
Keduanya sama-sama memiliki legitimasi politik dari rakyat tetapi punya fungsi konstitusional masing-masing.
Karena itu, presiden tidak memiliki kewenangan untuk membubarkan DPR maupun memberhentikan anggota DPR, sekalipun ada dorongan dari masyarakat.
Indonesia bagaimanapun menganut sistem pemerintahan presidensial. Ketentuan mengenai hal tersebut tertuang dalam Pasal 7C UUD 1945 yang berbunyi, “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat”.
Itu berbeda dengan sistem parlementer, yang mana presiden sebagai kepala negara dapat membubarkan parlemen untuk mengimbangi kewenangan parlemen yang sangat besar terhadap pemerintahan.
Selain UUD 1945, mekanisme pemberhentian anggota DPR sudah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) serta Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020, ada sejumlah alasan yang menyebabkan anggota DPR dapat diberhentikan.
Merujuk pada peraturan tersebut, anggota DPR di antaranya dapat diberhentikan jika:
Baca juga: Hari Ini 5 Anggota DPR Resmi Dinonaktifkan, Tetap Memperoleh Gaji dan Tunjangan
Pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud dalam poin 3, 4, 7, dan 8 diusulkan oleh ketua umum partai politik dan sekretaris jenderal kepada pimpinan DPR dengan tembusan kepada presiden.
Presiden lalu akan meresmikan pemberhentian anggota DPR tersebut.
Sementara untuk alasan selain itu, pemberhentian akan didasarkan pada putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Dengan mekanisme ini, kontrol terhadap anggota DPR tidak hanya datang dari internal, tetapi juga memiliki jalur hukum yang jelas.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini