KOMPAS.com - Kecerdasan buatan (AI) kini memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia.
Teknologi yang mampu meniru kemampuan manusia itu telah menjadi tempat berbagi cerita generasi Z atau gen Z.
CEO OpenAI, Sam Altman mengatakan, kebanyakan gen Z menggunakan ChatGPT sebagai "penasehat hidup".
Beberapa keputusan penting bahkan diambil berdasarkan pertimbangan mesin tersebut, seperti persoalan hubungan, perencanaan karier, hingga masa depan.
Lantas, mengapa ChatGPT bisa menjadi teman curhat bagi kalangan gen Z?
Baca juga: Viral di TikTok, Ini 5 Prompt AI untuk Ubah Foto Jadi Gantungan Kunci
Penelitian yang dilakukan Princeton University mengungkap alasan seseorang mungkin lebih nyaman bercerita kepada produk bikinan AI, seperti ChatGPT.
Disebutkan, perangkat AI memang didesain untuk memberikan kesenangan bagi penggunanya.
Semakin sering digunakan, sistem ini semakin tidak peduli dengan kebenaran.
Dikutip dari CNET, model AI merespons insentif untuk menyelesaikan satu masalah dan menyebabkan masalah lainnya.
Studi yang dilakukan dalam beberapa bulan terakhir bahkan melihat bagaimana AI bisa bias dan menyebabkan psikosis.
Baca juga: Konten AI Kucing Bisa Masak Viral di TikTok, Psikolog Ingatkan Bahaya yang Ditimbulkan
Banyak yang membahas tentang "penjilatan" AI, ketika chatbot AI dengan cepat menyanjung atau setuju dengan pendapat Anda melalui model GPT-4o OpenAI.
Oleh para peneliti, fenomena ini disebut dengan omong kosong mesin.
"Baik halusinasi maupun penjilatan, tidak sepenuhnya menggambarkan berbagai perilaku tidak jujur sistematis yang umum ditunjukkan oleh LLM," tulis studi itu.
"Misalnya, output yang menggunakan kebenaran parsial atau bahasa ambigu, seperti contoh-contoh yang bertele-tele tidak mencerminkan halusinasi maupun penjilatan, tetapi sangat sesuai dengan konsep omong kosong," ungkapnya.
Ada tiga fase untuk memahami bagaimana mesin AI belajar berbohong dan memberikan respons dengan bahasa yang disukai banyak orang.
Baca juga: OpenAI Rilis ChatGPT Atlas untuk Saingi Google Chrome, Apa Itu?