Ia awalnya hanya berharap Tenggara bisa menjadi ruang aman bagi anak muda untuk berbagi cerita pribadi, mulai dari pengalaman haid atau mimpi basah pertama hingga bertahan dari kekerasan seksual.
Tetapi dalam perjalanannya, Tata ingin Tenggara bisa lebih berdampak dengan mendidik anak-anak dan remaja tentang kesehatan seksual dan reproduksi, serta pencegahan kekerasan berbasis gender.
Pertimbangan utamanya, mereka prihatin dengan tingginya angka kekerasan terhadap anak di NTT. Dari situlah, Tenggara kemudian melahirkan Bacarita Kespro sebagai program andalan.
Dalam bahasa Melayu Kupang, Bacarita berarti bercerita. Sedangkan Kespro adalah singkatan kesehatan reproduksi. Dengan demikian, Bacarita Kespro adalah kegiatan bercerita tentang kesehatan reproduksi.
Sejauh ini, Tenggara telah mencoba rutin menggelar sesi Bacarita Kespro per pekan, baik tatap muka maupun daring.
Target utama mereka adalah anak muda berusia 10–24 tahun dari kelompok miskin, terpinggirkan, terisolasi secara sosial, dan tak terlayani (PMSEU). Itu termasuk anak putus sekolah, remaja yang dikeluarkan karena hamil di luar nikah, hingga anak-anak yang aktif di komunitas gereja atau desa terpencil.
Untuk menjangkau mereka, Tata dan relawan Tenggara rela menjelajah desa, menyeberangi laut, bahkan menggunakan dana pribadi.
Dalam berbagai pertemuan, mereka akan mengajak anak-anak berdiskusi santai tentang pubertas, hak dan tanggung jawab seksual, kekerasan dan pelecehan seksual, hingga keamanan digital.
Materinya dibawakan dengan cara menyenangkan, bisa menggunakan boneka anatomi, permainan ular tangga edukatif, dan kuis mitos-fakta.
Sebelum turun ke lapangan, Tenggara akan menyesuaikan materi dengan konteks sosial dan budaya setempat.
“Informasi kespro harus disampaikan dengan cara yang ramah dan relevan,” tutur Tata.
Baca juga: Ramai soal Ranjang Kardus Anti-Seks Atlet Olimpiade Paris 2024, Ini 3 Faktanya
Tata sangat bersyukur. Sejak awal berdiri, Tenggara tak pernah menghadapi kendala berarti saat berupaya mengenalkan isu kesehatan reproduksi kepada anak-anak dan remaja di berbagai wilayah NTT.
Bersama timnya, Tata bagaimanapun selalu memulai langkah dengan membangun kepercayaan.
Mereka menjelaskan tujuan kegiatan secara terbuka kepada orang tua dan tokoh masyarakat, bahkan mengajak mereka terlibat langsung dalam forum-forum edukasi.
Tenggara juga rutin mengadakan sesi khusus bagi para orang tua, agar mereka memahami pentingnya pendidikan seks dan tahu bagaimana menerapkannya di rumah.
“Orang tua adalah pendidik utama. Ketika komunikasi berjalan baik, anak akan lebih dekat dan terbuka. Kalau ada masalah, mereka akan datang ke orang tuanya dulu,” ujar Tata.
Dalam menjangkau desa-desa, Tenggara kerap bekerja sama dengan tokoh agama sebagai gerbang masuk ke masyarakat.
“Kami jelaskan misi kami dan pentingnya isu ini. Setelah itu, biasanya pendeta justru yang mengajak anak-anak dan orang tua untuk ikut. Dari situ, kepercayaan masyarakat mulai tumbuh,” jelasnya.
Salah satu tokoh agama yang menjadi mitra mereka adalah Pendeta Seprianus Y. Adonis dari Timor Tengah Selatan. Ia mengakui bahwa kolaborasi bersama Tenggara membawa perubahan besar di wilayahnya. Disebutkan, anak-anak jadi tahu siapa mereka dan bagaimana melindungi diri sendiri.
Kini, Tenggara telah menjangkau lebih dari 4.000 anak dan 30 komunitas terpencil di berbagai wilayah NTT.
Beberapa komunitas di antaranya adalah Komunitas Tuli Kupang, PAR Benyamin Oebufu Kupang, Persatuan Tuna Daksa, Kristiani Rumah Sejuta Mimpi, remaja gereja di Neke, hingga komunitas Dusun Flobamora.
Baca juga: 5 Negara Asia yang Dilanda Resesi Seks, Terbaru Thailand
Jangkauan mereka tak terbatas di Kota Kupang, tetapi meluas hingga Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, bahkan ke Pulau Kera di Kabupaten Sumba Timur bersama lembaga Kopernik.
Kepercayaan masyarakat pun tumbuh. Ketika Tenggara dinilai membawa dampak nyata bagi pendidikan kesehatan reproduksi di NTT, sejumlah sekolah dan gereja mulai meminta sendiri untuk diadakan lokakarya tentang kesehatan seksual.
“Kami butuh dua tahun sampai akhirnya masyarakat yang meminta kami datang. Itu perubahan terbesar,” ujar Tata.
Selain program Bacarita Kespro, Tenggara telah mengembangkan berbagai inisiatif lain seperti Kespro Camp, Teman Bacarita, dan #BlindDate, serta aktif membagikan edukasi melalui media sosial.
Dampak positifnya terasa langsung di lapangan. Di salah satu desa misalnya, sebanyak 22 remaja laki-laki yang sebelumnya menjalani praktik sunat tradisional tidak aman akhirnya memilih ikut sunat medis massal setelah mendapatkan edukasi dari Tenggara.
“Itulah perubahan yang kami harapkan. Ketika anak-anak mendapat informasi, mereka bisa melindungi diri sendiri dan orang lain,” tutur Tata.
Atas dedikasi dan konsistensinya dalam mengedukasi hak kesehatan seksual anak, Tata juga pernah diganjar apresiasi SATU Indonesia Awards dari Astra, seperti Hana. Ia menerimanya pada 2020 untuk kategori Kesehatan.
Bagi Tata, penghargaan itu bukan sekadar pencapaian, tetapi pengingat untuk terus bergerak dan memberi makna bagi orang lain. Ia berharap, apresiasi tersebut juga bisa menjadi inspirasi bagi anak muda lain untuk berbuat bagi masyarakat, apa pun isu yang mereka perjuangkan.
“Semua perasaan teman-teman terhadap suatu isu itu valid. Jangan pernah berpikir isu kalian tidak penting. Semua isu pasti berarti. Yang paling penting adalah konsistensi dan komitmen. Kalau suatu saat capek atau menemukan tantangan, coba ingat lagi alasan awal kalian memulai,” pesannya.
Baca juga: Atasi Resesi Seks, Korsel Bayar Pembekuan Sel Telur dan Gelar Kencan Massal
Ia berpesan pula kepada para inisiator muda agar menanamkan nilai dan rasa kepemilikan terhadap komunitas kepada setiap anggota baru.
“Supaya semangat dan kepedulian itu tidak hanya datang dari kamu, tapi juga dari teman-teman yang bergabung sebagai anggota atau relawan,” tuturnya.
Ke depan, Tata bercita-cita melatih pendidik sebaya di desa-desa agar bisa melanjutkan misi Tenggara di wilayah masing-masing, serta mendorong integrasi pendidikan seks dan reproduksi dalam kurikulum sekolah.
“Pendidikan seksual adalah hal yang perlu dimulai di rumah dan diperkuat di sekolah. Terlalu banyak anak muda tumbuh tanpa pengetahuan yang mereka butuhkan untuk melindungi diri,” ujarnya.
Kini, selain edukasi, Tenggara juga membuka layanan aduan bagi korban kekerasan seksual dan bekerja sama dengan LBH untuk pendampingan hukum. “Anak-anak perlu tahu bahwa mereka tidak sendiri,” tuturnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang