Kepulan asap dari kemenyan yang dibakar, tertampung dalam sebuah wadah, menandai kesakralan tradisi yang telah dijaga turun-temurun oleh masyarakat Kerinci.
Aroma kemenyan yang menyentuh rongga pernapasan, dentingan dari gamelan kecil yang dibawa, serta aksi hulubalang yang beratraksi dengan pedang panjangnya, menjadi penanda bahwa tradisi "Ngasap Negeri" kembali dilanjutkan di ketiga desa.
Ngasap Negeri adalah salah satu dari total 16 rangkaian Kenduri Sko yang dilaksanakan di desa-desa ini.
Baca juga: Dinkes Kerinci Cabut Izin Perawat Terduga Malapraktik Sunat Laser
Pada hari ketiga, yang juga merupakan hari terakhir tradisi Ngasap Negeri, kegiatan ini dimulai sejak pukul 15.00 WIB.
Masyarakat Kerinci meyakini bahwa Ngasap Negeri berfungsi sebagai pengusir segala hal yang membawa keburukan, termasuk mengusir kejahatan dan "membentengi" warga dari penyakit.
Tradisi ini dimulai dengan menghadirkan seluruh pemimpin suku dari ketiga desa yang mengenakan pakaian adat lengkap dengan tongkat, lalu berkumpul di rumah pemangku adat.
Ritual dimulai dengan saling berbalas pantun menggunakan bahasa daerah Kerinci yang khas.
Hal ini menjadi simbol niat serupa dari semua suku, yaitu membawa kebaikan bagi warga dan mengusir segala marabahaya.
Satu per satu, pemangku adat dari setiap suku disambut dengan atraksi pengawal yang beradu pedang, hingga akhirnya semua duduk bersama dalam kekhidmatan.
Momen ini sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat yang berdesakan menyaksikan tradisi yang hanya dilaksanakan lima tahun sekali.
Seorang hulubalang yang mengenakan jubah merah cerah dan membawa sebilah pedang menjadi pemimpin rombongan, mengitari lorong-lorong kecil perumahan warga.
Dalam konteks sejarah, hulubalang merupakan panglima dalam peperangan, dan gelar ini diperoleh berdasarkan garis keturunan.
Pedang yang dimainkan hulubalang seolah membuka jalan saat rombongan mulai bergerak.
Sebagian orang membawa kemenyan yang dibakar serta air dalam ember, yang sesekali dipercikkan kepada warga yang menanti di depan rumah mereka.
Tak hanya itu, beberapa rumah sengaja membuka seluruh pintu dan membentangkan tikar, sebagai simbol harapan agar hal-hal buruk dan penyakit dijauhkan dari keluarga mereka.