SEMARANG, KOMPAS.com – Upaya deteksi dini kanker leher rahim atau kanker serviks di Jawa Tengah masih menghadapi tantangan besar.
Meski layanan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) test maupun virus human papilloma virus (HPV) DNA sudah tersedia gratis di Puskesmas, banyak perempuan enggan memeriksakan diri karena alasan malu, takut, dan masih menganggap kesehatan reproduksi sebagai hal tabu.
Baca juga: Bahaya di Balik Plastik yang Jadi Andalan, Ada Risiko Kanker hingga Fertilitas
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Jateng, Irma Makiah mengatakan, kanker serviks menjadi salah satu penyakit mematikan dengan kasus cukup tinggi di Indonesia.
Penyakit ini juga menjadi kanker pembunuh nomor dua setelah kanker payudara yang sebagian besar disebabkan infeksi HPV.
“Pemerintah sudah berupaya mengajak masyarakat lewat berbagai cara, mulai dari media sosial, televisi, sampai kegiatan di sekolah. Tapi masyarakat kita memang literasinya kurang. Banyak perempuan menolak periksa karena malu, tidak nyaman, karena itu organ sensitif. Atau takut, ada juga yang bilang lebih baik tidak tahu daripada stres kalau hasilnya positif,” kata Irma saat melalui sambungan telepon, Jumat (22/8/2025).
Menurut Irma, stigma mengenai kesehatan reproduksi membuat banyak perempuan enggan melakukan pemeriksaan organ vitalnya. Padahal tenaga medis yang melakukan pemeriksaan adalah tenaga terlatih dan profesional.
“Masih ada anggapan, ‘masa organ perempuan dilihat orang lain’. Padahal melahirkan juga dilihat bidan atau dokter. Jadi ini lebih kepada mindset (masih mrnganggap) tabu,” ujarnya.
Dinkes Jateng mencatat sasaran pemeriksaan IVA test di provinsi ini mencapai lebih dari 5,5 juta perempuan berusia 30–50 tahun, sementara pemeriksaan HPV DNA ditujukan untuk 9,6 juta perempuan usia 30–69 tahun.
Meski cakupan imunisasi HPV untuk anak dan remaja di Jateng termasuk terbaik secara nasional, capaian skrining kanker serviks masih jauh dari target.
"Kalau sudah aktif secara seksual ya memang sebaiknya semua perempuan IVA test. Kita masih kekurangan cakupan sasaran screening dini," lanjutnya.
Irma menilai sudah cukup banyak masyarakat yang mengegahui kanker serviks. Namun kesadaran untuk periksa dini masih rendah.
"Ini pekerjaan rumah besar, kita evaluasi bagaimana kita bisa meyakinkan masyarakat bahwa deteksi dini bisa menyelamatkan nyawa,” imbuhnya.
Baca juga: Fakta Kanker Serviks di Magelang: Terapi Terbatas, Vaksinasi Masih Mahal
Irma menambahkan, Pemprov Jateng terus menggencarkan integrasi sosialisasi dengan program lain, seperti Bulan Imunisasi Anak Sekolah maupun kegiatan pemeriksaan massal (spelling).
Lebih lanjut, ia menekankan, peran keluarga dan komunitas juga penting untuk mendorong perempuan berani melakukan pemeriksaan.
“Pemerintah sudah menyediakan layanan gratis. Tinggal keberanian masyarakat yang harus ditumbuhkan,” tuturnya.
Untuk diketahui, sebanyak 2.515 perempuan di Jawa Tengah menderita kanker serviks sepanjang 2024. Angka itu merupakan jumlah pasien yang terdata dalam Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di bawah Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Tengah.
Secara nasional Kementerian Kesehatan memperkirakan lebih dari 36.000 kasus baru yang terdeteksi setiap tahun. Ironisnya, sekitar 70 persen dari kasus tersebut baru diketahui pada stadium lanjut, sehingga meningkatkan risiko kematian secara signifikan.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini