YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Universitas Gadjah Mada (UGM) membebastugaskan Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM, berinisial HU, sebagai dosen setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan kakao fiktif.
Saat ini, UGM juga sedang memproses pemberhentian HU dari jabatannya sebagai Direktur Pengembangan Usaha (PU).
Juru Bicara UGM, Made Andi Arsana, menjelaskan bahwa HU berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Baca juga: Respons UGM Usai Pejabatnya jadi Tersangka Korupsi Rp 7,4 Miliar
"Sesuai ketentuan hukum, setelah ditetapkan sebagai tersangka, status PNS HU diberhentikan sementara sampai ada keputusan tetap dari pengadilan. Dengan demikian, selama proses berjalan, HU dibebaskan dari kewajibannya sebagai dosen di UGM," ungkapnya saat dihubungi pada Kamis (14/08/2025).
Pemberhentian HU dari jabatannya sedang dalam proses setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah menetapkannya sebagai tersangka.
"UGM tengah memproses pemberhentian HU dari jabatannya pasca penetapannya sebagai tersangka," lanjutnya.
UGM juga belum memutuskan apakah akan memberikan pendampingan hukum terhadap HU.
"Tadi ada rapat, itu belum diputuskan secara formal, apakah akan memberikan penanganan hukum atau tidak, ini masih dikaji. Yang jelas kami menghormati proses hukum dari negara dan kami akan hormati saja," tambah Andi Arsana.
Terkait sanksi, Andi Arsana menyatakan bahwa UGM masih menunggu perkara memiliki kekuatan hukum tetap.
Baca juga: Pejabat UGM Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Biji Kakao Fiktif Rp 7,4 Miliar
"UGM sangat berhati-hati, tidak mengambil tindakan apapun yang terkait dengan hukum, itu memang diputuskan oleh hukum. Jadi kami masih menunggu," pungkasnya.
Sebelumnya, Kejati Jawa Tengah telah menetapkan HU sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan biji kakao di UGM.
Asisten Pidana Khusus Kejati Jawa Tengah, Lukas Alexander, menjelaskan bahwa dugaan korupsi ini terkait dengan Program Cocoa Teaching and Learning Industry (CTLI) yang dilaksanakan pada tahun 2019.
"Pengadaan biji kakao antara pengembangan usaha inkubasi Universitas Gadjah Mada dengan PT Pagilaran," ungkap Lukas saat konferensi pers di kantornya pada Rabu (13/8/2025).
Menurut Lukas, kasus ini bermula pada tahun 2019 ketika PT Pagilaran mengajukan pencairan kontrak pengadaan biji kakao.
"Sebenarnya pengadaan biji kakao tidak ada," ujarnya.
Baca juga: Respons UGM Usai Pejabatnya jadi Tersangka Korupsi Rp 7,4 Miliar
Untuk mendapatkan uang muka, pihak terkait membuat dokumen yang seolah-olah menunjukkan adanya pengadaan biji kakao.
"Tersangka H.U berdasarkan alat bukti yang cukup kuat kita telah jadikan tersangka," lanjutnya.
HU diduga berperan dalam memproses pembayaran dan menyetujui pengajuan pembayaran sebesar Rp 7,4 miliar untuk kontrak biji kakao yang ternyata tidak pernah ada. "Untuk kontrak biji kakao yang tidak ada tadi," tegas Lukas.
HU dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsidiar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini