NEW YORK CITY, KOMPAS.com - Batu meteorit Mars terbesar di Bumi seberat 25 kilogram, terjual dalam lelang di rumah lelang Sotheby’s, New York, dengan harga 5,3 juta dollar AS (sekitar Rp 86,4 miliar).
Namun, penjualan meteorit ini menimbulkan kontroversi, terutama terkait asal-usul dan kepemilikannya.
Meteorit tersebut ditemukan di wilayah gurun Sahara, Niger, pada November 2023. Penemuan batu berwarna oker dengan permukaan bergerigi itu memicu penyelidikan dari Pemerintah Niger.
Baca juga: Batu Mars Langka Terbesar di Bumi Terjual Rp 86,5 Miliar, Berat 24 Kg
Pihak berwenang mencurigai batu tersebut merupakan bagian dari jaringan perdagangan ilegal internasional.
“Batu ini tampaknya menunjukkan semua karakteristik perdagangan ilegal internasional,” demikian pernyataan Pemerintah Niger, seperti dikutip AFP, Rabu (13/8/2025).
Sebagai langkah pencegahan, pemerintah pada Jumat (8/8/2025) mengumumkan penangguhan ekspor batu mulia dan meteorit hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Menanggapi tudingan tersebut, juru bicara Sotheby’s menyatakan bahwa meteorit diekspor dari Niger dan diangkut sesuai prosedur internasional.
“Meteorit ini diekspor dari Niger dan diangkut sesuai dengan semua prosedur internasional yang relevan,” ujarnya kepada AFP.
Sotheby’s juga menegaskan bahwa kasus ini sedang ditinjau lebih lanjut.
Dalam katalog lelang, lembaga tersebut menjelaskan bahwa batu meteorit ini telah menempuh jarak sekitar 140 juta mil melalui ruang angkasa sebelum akhirnya mendarat di Bumi.
Setelah ditemukan, batu ini sempat berpindah tangan ke seorang pedagang internasional, dipamerkan di Italia, dan kemudian dilelang di New York dengan nama NWA 16788.
Meski proses lelang berlangsung di lembaga resmi, sejumlah ilmuwan mempertanyakan keabsahan kepemilikan batu tersebut.
Paleontolog asal Amerika Serikat, Paul Sereno, yang lama bekerja sama dengan Pemerintah Niger, menilai batu itu keluar dari negara tersebut secara tidak sah.
“Semua pihak terlibat anonim. Mulai dari penemunya, pedagang, hingga pembelinya,” kata Sereno kepada AFP.
“Kalau seseorang menangkap meteorit saat masih meluncur di udara dengan sarung tangan bisbol, mungkin dia bisa mengklaimnya. Tapi ini mendarat di Niger. Jadi, batu itu milik Niger,” tegasnya.
Ahli meteorit lainnya juga menyoroti perbedaan aturan kepemilikan di berbagai negara. Di Amerika Serikat, misalnya, batu yang jatuh di tanah pribadi bisa menjadi milik pemilik lahan.
Baca juga: Di Pidato Pelantikan, Donald Trump Janji Ingin Tancapkan Bendera AS di Planet Mars
“Menurut kami, tidak ada keraguan bahwa meteorit harus termasuk dalam spesimen mineral langka,” ujar Matthieu Gounelle dari Museum Sejarah Alam Nasional Perancis dan ayahnya, Max Gounelle, yang juga profesor di Perancis.
Terlepas dari polemik hukum, para ilmuwan juga menekankan pentingnya nilai penelitian dari batu tersebut.
Meteorit NWA 16788 memiliki ukuran jauh lebih besar dibandingkan batu Mars lain yang pernah tercatat, sehingga berpotensi membuka wawasan baru tentang sejarah geologi Planet Merah.
Seperti meteorit Mars lainnya, batu ini diyakini terlontar ke ruang angkasa akibat benturan asteroid di permukaan Mars jutaan tahun lalu.
“Ini adalah warisan alam. Dalam banyak hal, ini juga warisan dunia karena memberikan kita informasi tentang kosmos. Kita harus menghormatinya,” ujar Sereno.
“Bagi saya, ini bukan benda yang seharusnya dilelang dan kemudian menghilang ke tangan pribadi,” imbuhnya.
Baca juga: NASA Konfirmasi Adanya Sedimen Danau Kuno di Mars
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini