Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arip Muttaqien
Akademisi/Peneliti (Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI)

Saat ini berkiprah sebagai akademisi/peneliti di Universitas Indonesia. Tertarik dengan berbagai topik ekonomi, pembangunan berkelanjutan, pembangunan internasional, Asia Tenggara, monitoring-evaluasi, serta isu interdisiplin. Doktor ekonomi dari UNU-MERIT/Maastricht University (Belanda). Alumni generasi pertama beasiswa LPDP master-doktor. Pernah bekerja di ASEAN Secretariat, Indonesia Mengajar, dan konsultan marketing. Bisa dihubungi di https://www.linkedin.com/in/aripmuttaqien/

Risiko Global dan Refleksi untuk Indonesia

Kompas.com - 18/07/2025, 15:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DUA minggu lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk pertama kalinya merilis laporan berjudul “UN Global Risk Report”.

Biasanya, laporan tahunan bertema risiko global seperti ini dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) melalui “Global Risk Report” yang terbit setiap tahun sejak 2010.

UN Global Risk Report didasarkan pada survei terhadap lebih dari 1.100 pakar yang diminta memberikan pandangan mereka mengenai potensi risiko di masa depan.

Selain itu, mereka juga diminta menyampaikan pendapat terkait langkah-langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi berbagai tantangan tersebut.

Ada lima temuan utama yang dituliskan dalam laporan tersebut.

Pertama, kerentanan global muncul karena berbagai institusi belum siap menghadapi risiko-risiko penting.

Baca juga: Penyangkal Perubahan Iklim Terus Merongrong

Tantangan utamanya adalah terjadinya klasterisasi institusi (misalnya negara) berdasarkan perbedaan pandangan dalam bidang politik, teknologi, sosial, dan lingkungan.

Untuk kategori risiko di bidang teknologi, beberapa isu yang menonjol antara lain serangan siber (cybersecurity), dampak negatif dari kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan teknologi maju lainnya, serta pemusatan kekuasaan oleh segelintir pemain dalam penguasaan teknologi.

Dalam bidang sosial, risiko yang muncul meliputi kemungkinan terjadinya pandemi baru, risiko biologis (termasuk penyakit menular), serta perpindahan penduduk dalam skala besar.

Sementara itu, di bidang lingkungan, berbagai risiko yang dihadapi mencakup kelangkaan sumber daya alam, penurunan keanekaragaman hayati, risiko bencana alam, dan polusi dalam skala besar.

Selanjutnya, mis-informasi dan dis-informasi menjadi salah satu risiko utama dalam bidang politik.

Kedua, saat ini banyak risiko yang telah berkembang menjadi krisis nyata. Sebagai contoh, lebih dari 80 persen responden survei menyatakan bahwa disinformasi atau penyebaran informasi yang tidak akurat telah menjadi salah satu bentuk kerentanan global yang paling serius.

Selain itu, lebih dari 70 persen responden survei menyebutkan bahwa meningkatnya ketimpangan dan tensi geopolitik merupakan tantangan utama yang berkontribusi terhadap tingginya ketidakpastian global.

Jika dilihat dari waktu ke waktu, saat ini misinformasi dan disinformasi dianggap sebagai risiko terbesar.

Namun, dalam lima tahun ke depan, ekspektasi menunjukkan adanya pergeseran kondisi. AI dan teknologi terdepan dipandang sebagai peluang sekaligus risiko yang perlu diantisipasi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau