Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setengah Emisi dari Pangan Bisa Dipangkas Lewat Praktik Berkelanjutan

Kompas.com - 13/10/2025, 14:26 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Sistem produksi dan konsumsi pangan saat ini bertanggung jawab atas kurang lebih 30 persen dari seluruh emisi gas rumah kaca global.

Kabar baiknya, emisi tersebut dapat dikurangi hingga lebih dari 50 persen apabila sistem pangan bertransformasi menjadi lebih berkelanjutan.

Temuan ini merupakan kesimpulan dari laporan yang diterbitkan pada tanggal 3 Oktober oleh komisi ahli internasional yang anggotanya berasal dari lebih dari 35 negara di enam benua.

Riset tersebut menunjukkan bahwa sistem pangan menjadi faktor utama yang paling banyak memberikan dampak negatif pada lima dari sembilan "batas planet" yaitu proses global krusial yang menentukan seberapa stabil dan tangguh Bumi ini dalam menghadapi perubahan.

Melansir Phys, Minggu (12/10/2025) penelitian ini juga menemukan bahwa lebih dari separuh populasi dunia kesulitan mengakses makanan yang sehat, dan perubahan pola makan dapat mencegah hingga 15 juta kematian dini per tahun.

Baca juga: Negara Maju Lebih Banyak Buang Makanan, Tapi Ada Peningkatan di Negara Berkembang

Sementara itu, 30 persen populasi terkaya di dunia menjadi pendorong lebih dari 70 persen dampak lingkungan terkait pangan. Walaupun sebenarnya terdapat cukup makanan untuk memberi makan seluruh dunia, lebih dari 1 miliar orang masih menderita kekurangan gizi.

Laporan ini mengusulkan delapan langkah strategis untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada.

Solusi-solusi tersebut termasuk meminimalkan makanan yang terbuang, menerapkan metode pertanian yang berkelanjutan, melestarikan pola makan sehat yang diwariskan secara tradisional, dan menghentikan pengubahan ekosistem alami yang masih utuh menjadi lahan pertanian.

Dalam studinya, Mario Herrero, profesor pembangunan global di College of Agriculture and Life Sciences (CALS) bersama timnya melakukan pemodelan serangkaian skenario.

Tujuan pemodelan ini adalah untuk mengevaluasi bagaimana sistem pangan, baik yang ada saat ini maupun di masa depan, akan memengaruhi kesembilan "batas planet" yang mengatur stabilitas Bumi.

Daniel Mason-D'Croz, rekan peneliti senior CALS sekaligus kepala tim pemodelan, menyatakan bahwa hasil pemodelan mereka mengindikasikan bahwa dengan mengubah sistem pangan, tekanan lingkungan pada seluruh "batas planet" yang disebabkan oleh pangan akan berkurang secara signifikan.

Kendati demikian Daniel Mason-D'Croz menjelaskan perubahan pola makan saja tidak cukup.

Baca juga: Iradiasi Pangan Jadi Solusi Tekan Risiko Kontaminasi pada Makanan

Menurutnya, jika tidak dibarengi dengan peningkatan produktivitas pertanian dan pengurangan makanan yang terbuang, kita tidak akan mampu menciptakan sistem pangan yang benar-benar berkelanjutan bagi lingkungan.

"Langkah selanjutnya harus berpusat pada perumusan roadmaps yang detail untuk mewujudkan masa depan yang lebih lestari," katanya.

Lebih lanjut, laporan tersebut menunjukkan bahwa perubahan pada cara manusia memproduksi dan mengonsumsi makanan dapat meningkatkan kesehatan global, mencapai ketahanan pangan dan gizi, membangun stabilitas dan ketahanan, serta berkontribusi pada strategi penting untuk meningkatkan kesetaraan dan kondisi kerja dalam sistem pangan pada tahun 2050.

"Penelitian ini menyajikan temuan yang sangat penting yang memfasilitasi para pengambil keputusan untuk membuat kebijakan yang berdasar data yang kuat. Selain itu, riset ini juga memungkinkan setiap individu untuk memahami konsekuensi dari pilihan diet mereka terhadap sistem pangan global," tambah Patrick Beary dari Cornell Atkinson Center for Sustainability.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Pemerintah
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
BrandzView
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
Pemerintah
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
LSM/Figur
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat 'Greenship Award 2025'
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat "Greenship Award 2025"
Swasta
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
LSM/Figur
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau