KALIMANTAN BARAT, KOMPAS.com - Karet pernah menjadi sumber penghasilan utama bagi masyarakat Desa Mekar Raya, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang. Pada masa jayanya, ekonomi warga benar-benar bertumpu pada getah karet.
"Pokoknya, di sini yang sarjana, yang bisa sekolah atas hasilnya dari karet semua," ujar seorang petani Desa Mekar Raya, Rawatrony, di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar), Sabtu (25/10/2025).
Namun kejayaan itu tak bertahan lama. Menjelang akhir 1990-an, harga karet di Indonesia anjlok tajam dan mengguncang ekonomi warga. Dampaknya terasa hingga ke dapur masyarakat.
"Karet anjlok, anak banyak putus sekolah, karena penghasilan masyarakat hanya dari karet. Aktivitas, istilahnya gaya (hidup) kita punya kendaraan untuk beli minyak juga susah, karena duitnya dari mana. Cuma makan untuk bertahan hidup," tutur Rawatrony.
Kondisi itu menjadi titik balik bagi banyak petani Mekar Raya. Mereka mulai beralih dari menanam karet ke kelapa sawit yang saat itu dianggap lebih menjanjikan. Meski begitu, Rawatrony memilih berhati-hati. Ia enggan mengubah seluruh lahannya yang seluas lima hektar menjadi kebun sawit.
Berbekal pengalaman pahit dari fluktuasi harga karet, ia memutuskan untuk tidak bergantung pada satu komoditas saja.
Tiga hektar dari lahannya kini ia kelola dengan sistem agroforestri, menanam kopi di sela pohon karet, meranti, langsat, ketapang, hingga rotan. Di sekitar kebun kopi, ia juga menanam pisang, terong, jagung, kacang panjang, cabai, ubi jalar, timun, sawi, dan bayam.
Baca juga: Tropenbos Kembangkan Agroforestri Karet dan Kopi Liberika di Kalbar
Dengan diversifikasi tanaman, Rawatrony berharap bisa mengurangi risiko dan menjaga keberlanjutan penghasilannya.
"Di sini, banyak yang terlanjur pindah (dari karet) ke sawit (untuk) semua (lahannya), kalau saya masih sebagian ditinggalkan dulu, karena kami tidak fokus sawit. Kalau saya bikin sawit semua ya takutnya ada masalah lagi (seperti kasus anjloknya harga karet)," ucapnya.
Rawatrony, seorang petani dari Desa Mekar Raya, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, sedang memeriksa tanaman kopi di lahan miliknya pada Sabtu (25/10/2025).Kini, kerja kerasnya mulai berbuah. Agroforestri tak hanya menjaga ketahanan ekonomi keluarganya, tapi juga membuka peluang baru. Kopi yang ditanamnya kini sudah menembus pasar luar desa.
Rawatrony bercerita, keberhasilan itu tak lepas dari pendampingan Tropenbos Indonesia yang membantu petani dalam mengelola kebun sekaligus membuka akses pasar bagi kopi lokal khas daerahnya, Robusta Simpang Dua.
"Kami di sini banyak tanam kopi, mau dikonsumsi sendiri kelebihan juga. Jadi, kalau mau dijual ke mana?. Ketika ada bimbingan Tropenbos sekitar lima tahun lalu, mereka ke mana-mana cari pasar. Alhamdulillah sekarang dapat pasar, makanya kami tumbuh lagi, kopi muncul lagi. Ada penanaman kembali, ada pemangkasan yang dulu sempat dibiarkan," ujar Rawatrony.
Kini, Desa Mekar Raya perlahan bangkit kembali. Dari karet yang pernah berjaya, hingga kopi yang kini memberi harapan baru bagi petani Kalimantan Barat.
Baca juga: Dampak Perubahan Iklim di Brasil Sebabkan Harga Kopi Dunia Naik Tajam
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya