Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koperasi Jadi Harapan Baru Petani Karet di Kalbar di Tengah Lesunya Produksi

Kompas.com - 28/10/2025, 08:06 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KALIMANTAN BARAT, KOMPAS.com - "Aku pernah kirim karet satu pikap tapi karetnya dipulangkan pabrik. Gara-gara isinya batu," ujar Sulaiman mengawali ceritanya tentang suka duka sebagai tengkulak karet di tingkat desa.

Ia mulai membeli getah karet sejak tahun 2002, dengan harga di tingkat petani sebesar Rp 24.000/kg. Karena tidak teliti, Sulaiman kerap mengalami pengalaman pahit membeli getah karet yang sudah tercampur batu, celana, rumah rayap, sampai tatal.

"Aku menengok dengan mata kepalaku sendiri di pabrik. Dia bawa getah karet. Dipotong tengahnya sama orang pabrik. Ini tanah bekas rayap itu. Kalau orang sini bilang, berudubut. Ditaruhnya di sudut sini, di sudut sini, sudut-sudut sini," tutur Sulaiman kepada Kompas.com, Minggu (26/10/2025).

Baca juga: Tropenbos Kembangkan Agroforestri Karet dan Kopi Liberika di Kalbar

Ia juga kerap menemukan getah karet yang direndam dalam air supaya beratnya bertambah dan harganya mahal. Pun, dia sering merugi akibat fluktuasi harga karet yang tidak dapat diprediksi. Khususnya, disebabkan oleh ketidakpastian harga yang diperolehnya dari tengkulak di tingkat kecamatan.

Ia mengaku kesulitan mendapatkan informasi harga karet yang akurat dan transparan.

Ia berhenti membeli getah karet dari petani pada 2016. Ia enggan membeli getah karet karena harganya anjlok hingga Rp 2.000/kg. Selain itu, Sulaiman merugi akibat mengutangi banyak petani.

Sebagai tengkulak desa, Sulaiman biasanya menghutangi petani dalam bentuk uang dan sembilan bahan pokok, yang nantinya dibayar dengan getah karet.

Namun, ternyata para petani yang terikat hutang dengannya malah membagi separuh hasil getah karetnya untuk dijual ke tengkulak desa lainnya.

"Saya pikir makin lama, makin tekor. Ya, akhirnya berhenti saja," ucapnya.

Setelah mengikuti sekolah lapang Tropenbos Indonesia pada 2023, Sulaiman baru tahu standar kualitas yang ditetapkan oleh pabrik dan bagaimana cara menghasilkan getah karet yang berkualitas.

"Baru sadar kadar karet kering (KKK) yang diperlukan untuk menentukan harga, dan bukan kandungan air dan kotoran yang memperberat karet. Ternyata dijadikan bakwan itu cara produksinya. Maksudnya, dikumpulkan dulu karetnya, kemudian dicetak," ujar Sulaiman.

Kolaborasi Koperasi-Pabrik

Kini, Sulaiman menjadi Ketua Umum Koperasi Juring Raya Sejahtera (JRS) yang berdiri pada 2024 lalu. Pembentukan Koperasi JRS dilatarbelakangi beberapa faktor.

Pertama, adanya praktik tengkulak yang merugikan di tingkat desa, kecamatan, dan provinsi. Kedua, jarak tempuh yang jauh dari kebun karet ke pabrik pengelolahan getah. Ketiga, cara petani membuat bahan olahan karet (bokar) yang kurang bagus.

Koperasi JRS sudah mengantongi legalitas dari Kementerian Hukum dan HAM serta memiliki 121 anggota dari empat desa di Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Yaitu, Desa Mekar Raya, Desa Kamora, Desa Batu Daya, dan Desa Gema.

Petani melalui Koperasi JRS bisa memperoleh harga karet lebih baik dengan menjual secara langsung ke pabrik pengelolaan karet, PT Bintang Borneo Persada.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Pemerintah
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
BrandzView
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
Pemerintah
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
LSM/Figur
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat 'Greenship Award 2025'
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat "Greenship Award 2025"
Swasta
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
LSM/Figur
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
Pemerintah
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Pemerintah
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
BrandzView
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
LSM/Figur
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau