JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bakal mengecek kerusakan ekosistem imbas adanya tambang emas ilegal di Taman Nasional Gunung Halimun Salak atau TNGHS. Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, mengaku belum mendalami terkait dampak ekosistemnya.
"Saya belum mendapat detailnya, tetapi segera kami akan meminta Deputi Penegakan Hukum untuk melakukan koordinasi lebih lanjut," kata Hanif disela pertemuan Forum Rektor di Jakarta Selatan, Kamis (30/10/2025).
Dia menjelaskan bahwa pengelolaan dan pengawasan kawasan taman nasional, berada di bawah kewenangan Kementerian Kehutanan. Aturan kehutanan termaktub dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, UU Nomor 18 Tahun 2003, dan UU Nomor 32 2025 tentang Konservasi.
Baca juga: Menhut: Tambang Emas Ilegal Akan Ditindak Setegas-tegasnya
"Saya sangat berharap semua institusi yang memiliki penegakan hukum baik itu di Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM, Kementerian PU, mampu meningkatkan eksistensinya dalam rangka meningkatkan kapasitas lingkungan," tutur dia.
KLH juga membuka pusat pengaduan lingkungan bagi masyarakat.
"Jadi kami membuka selebar lebarnya pengaduan lingkungan hidup yang mungkin bisa kami solusikan penyelesaiannya," imbuh Hanif.
Sementara ini, Direktorat Jenderal Gakkum Kehutanan Kemenhut telah menyisir lokasi penambangan emas tanpa izin (PETI) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak di Blok Ciear, Desa Cisarua, Kecamatan Sukajaya.
“Kegiatan penegakan ini kami lakukan dalam rangka menindaklanjuti arahan langsung Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni. Kami bertindak tegas, terukur, dan berkelanjutan untuk memulihkan kawasan serta memberi efek jera," ungkap Dirjen Gakkum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, dalam keterangannya.
Baca juga: Kemenhut Segel Tambang Emas Ilegal di Sekitar Mandalika
Dalam operasi tersebut, tim gabungan menghancurkan 31 tenda biru yang menjadi markas para penambang. Setibanya di lokasi, mereka juga menghentikan kegiatan penambangan lalu menyita barang bukti berupa bahan kimia sianida, jerigen bekas oli, timbangan manual, dan kayu pengaduk.
"Kami menertibkan sarana pertambangan yaitu tenda biru atau gubug, serta penindakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," sebut Dwi.
Hal itu sebagaimana diatur Pasal 89 juncto pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan pasal 33 ayat (2) huruf b jo pasal 40B ayat (1) huruf b UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas UU Nomor 5 Tahun 1990.
Kemenhut memprioritaskan penindakan tambang di TNGHS, mengingat risiko longsor, banjir bandang, hingga peningkatan aliran sedimen jika tambang emas ilegal terus dibiarkan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya