MEDAN, KOMPAS.com - Program Kampung Pesisir Berdaya (Kabaya) yang digagas Pertamina memberikan dampak signifikan bagi kehidupan masyarakat di Kampung Nelayan, Kota Medan.
Berfokus pada sektor ekonomi, Kabaya memberdayakan warga mengelola sampah hingga mengembangkan UMKM dan ketahanan pangan. Program ini membuka jalan menuju ekonomi berkelanjutan sekaligus pengentasan kemiskinan di wilayah pesisir pantai.
Setahun belakangan ini, warga di Lingkungan 12, Kampung Nelayan, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara, punya kebiasaan baru.
Mereka terbiasa mengumpulkan sampah botol hingga kertas karton untuk ditabung di Bank Sampah Horas Bah, binaan dari program Kabaya.
Bank Sampah tersebut tak pernah sepi, bahkan pada hari Minggu pun tetap buka.
"Habis Zuhur nanti datang sampah 50 kg dari warga namanya Sukamto. Dia punya warung kopi, jadi sampahnya harus segera dikutip. Kalau tidak, sampahnya akan menumpuk, lingkungan jadi kotor," ujar Kepala Bank Sampah Horas Bah, Burhanudin, saat diwawancarai Kompas.com, Minggu (26/10/2025).
Saat ditemui, lelaki yang disapa Udin ini, sedang berada di tempat pengelolaan sampah Horas Bah, di Kampung Nelayan. Di ruangan berukuran 6 x 8 tampak bergoni-goni jenis sampah menumpuk, bahkan karena ruangan tidak cukup sampah tersebut terpaksa diletakkan di luar ruangan.
Meskipun begitu, Udin merasa bersyukur, ini bukti masyarakat sudah mulai peduli dengan lingkungan. Sejak program ini digagas 21 Agustus 2024, total 14 ton sampah di tempat itu telah berkurang dan tentunya memiliki nilai ekonomis.
"Rata-rata nasabah bisa mendapat hingga Rp 200.000 per bulan. Harga sampah berbeda-beda, kertas karton Rp 1.000 per kilogram, botol minuman mineral Rp 2.000 per kilogram, sekarang ini kami punya 60 nasabah," ungkap Udin.
Memperoleh sampah di Kampung Nelayan, sangatlah mudah.Ketika laut pasang, sampah mengapung di kolong-kolong fondasi rumah warga yang berada di pesisir pantai. Sampah itu kiriman dari warga yang membuang sampah sembarangan, dari seberang kampung nelayan.
"Selalu ada botol plastik lewat dari depan rumah warga, saat air naik dan banyak lagi sampah lainnya. Pernah saya kalkulasikan ada 5 ton per hari sampahnya dari Sungai Nunang dan pesisir yang mengalir ke tempat kami," ujarnya.
Di bank sampah, Udin bersama dengan kelompoknya, mengelola sampah organik dan anorganik. Untuk sampah organik proses pengelolaannya dijadikan makanan budidaya ulat maggot.
Sementara, untuk yang anorganik seperti botol air mineral dan kertas kartun selain langsung dijual, sampah juga didaur ulang menjadi kerajinan tangan, seperti tas, keranjang buah, hingga sarung botol minuman. Hasil kerajinan tangan lalu dipasarkan ke masyarakat luas.
Selama pengolahan, Bank Sampah Horas Bah banyak mendapat dukungan Pertamina, mulai dari 8 kadernya diberi pelatihan mengelola sampah, membangun tempat sampah, hingga pemberian peralatan penunjang lainnya.
"Peralatan yang dimiliki Bank Sampah ini diberikan Pertamina, seperti genset, mesin press, penghancur sampah plastik, hingga panel mesin tenaga surya," katanya.
Baca juga: Bank Sampah Kepulauan Seribu Mampu Tekan 80 Persen Limbah Rumah Tangga
Hamidah (53), menujukkan buku tabungan Bank Sampah Horas Bah di Lingkungan 12, Kampung Nelayan, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara, Minggu (26/10/2025). Bank Sampah Hora Bah tidak hanya meningatkan penghasilan ekonomi Hamidah, tapi juga menambah keahliannya dalam mengelola sampah hingga menjadi kerajinan tangan.Keberadaan Bank sampah ini juga menyemai kepedulian menjaga lingkungan di hati masyarakat. Mereka jadi terbiasa hidup bersih dan risih bila melihat sampah berserakan.
Namun, di sisi lainnya ekonomi mereka juga terbantu.
Itu dirasakan Hamidah (53). Saban hari dia menggunakan tanggok untuk mengumpulkan sampah yang berserakan di pantai.
"Kalau tampak hanyut gitu, sayanglah kalau enggak ditanggok, risih juga mengganggu pandangan mata," ucap Hamidah, sambil menunjukkan tanggok yang digunakan mengambil sampah.