JAKARTA, KOMPAS.com – Fraksi Partai Demokrat-Perindo DPRD Jakarta meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) tidak terburu-buru membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait perubahan badan hukum Perumda PAM Jaya menjadi Perseroan Terbatas Air Minum Jaya (Perseroda).
Ketua Fraksi Demokrat-Perindo DPRD Jakarta, Ali Muhammad Johan berujar, air bersih adalah hak dasar warga dan tidak boleh diperlakukan sebagai komoditas yang tunduk pada logika pasar.
“Pasal 33 UUD 1945 menegaskan air dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. Karena itu, setiap kebijakan terkait pengelolaan air harus berpihak pada kepentingan publik, bukan sekadar kepentingan korporasi,” ujar Ali kepada Kompas.com, Senin (8/9/2025).
Baca juga: APBD Jakarta 2026 Naik Jadi Rp 95,35 Triliun, Pramono Fokus ke Layanan Dasar Warga
Ali menyebut, usulan perubahan badan hukum PAM Jaya sebaiknya ditinjau ulang secara menyeluruh.
Persoalan mendasar layanan air bersih Jakarta disebut bukan hanya status hukum, melainkan juga tata kelola, infrastruktur, dan kondisi keuangan.
Fraksi Demokrat-Perindo menyoroti tingkat kebocoran air atau non-revenue water (NRW) yang masih di atas 40 persen, jauh melampaui standar ideal nasional di bawah 20 persen.
Hampir separuh air yang diproduksi tidak sampai ke pelanggan akibat kebocoran jaringan, inefisiensi, dan lemahnya pemeliharaan.
“Kalau masalah ini tidak diselesaikan, perubahan status PAM Jaya tidak akan membawa perbaikan berarti bagi pelayanan air bersih,” kata Ali.
Ali menilai rencana tersebut berpotensi menimbulkan risiko komersialisasi, kenaikan tarif, dan privatisasi terselubung.
Baca juga: Fraksi PSI Menolak Usulan Pramono Ubah PAM Jaya Jadi Perseroda
Status Perseroda membuka ruang lebih luas bagi kerja sama bisnis dengan pihak swasta yang bisa menggeser orientasi dari pelayanan publik menjadi mengejar keuntungan.
“Pengalaman masa lalu privatisasi air di Jakarta harus jadi pelajaran penting agar kesalahan serupa tidak terulang,” tegasnya.
Selain itu, ia menyinggung ketimpangan akses layanan air bersih, khususnya di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat.
Perubahan status badan hukum, kata dia, tidak serta-merta menjawab masalah pemerataan jika pemerintah tidak memiliki peta jalan pembangunan jaringan yang jelas.
“Kami menegaskan setiap keputusan investasi strategis dan perjanjian pembiayaan wajib melibatkan DPRD untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas publik,” ucap Ali.
Baca juga: IPO PAM Jaya Disebut Bawa Manfaat, Tetap Utamakan Pelayanan Publik
Sebelumnya, Gubernur Jakarta Pramono Anung memaparkan Raperda tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026 serta rencana perubahan badan hukum PAM Jaya dalam rapat paripurna DPRD, Jumat (5/9/2025).