Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Legislator Pertanyakan Dana Rp 14,6 Triliun APBD DKI yang Mengendap di Bank

Kompas.com - 22/10/2025, 20:15 WIB
Ruby Rachmadina,
Mohamad Bintang Pamungkas

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Lukmanul Hakim, menyoroti dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta sebesar Rp 14,6 triliun yang masih mengendap di bank dan belum terserap untuk kegiatan produktif.

Menurut Lukman, dana sebesar itu seharusnya digunakan untuk mempercepat pembangunan dan menggerakkan ekonomi masyarakat.

“Sejak 2020 saya sudah berkali-kali mengingatkan, jangan terlalu asik menaruh uang daerah di deposito. Uang publik seharusnya mendorong pertumbuhan ekonomi, bukan tidur di bank," ujar Lukman dalam rapat pembahasan anggaran bersama di Ruang Rapat Komisi C DPRD DKI, Rabu (22/10/2025).

Lukman menilai kondisi tersebut mencerminkan lemahnya koordinasi di internal Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) serta kebijakan keuangan yang tidak berpihak pada kepentingan publik.

Ia bahkan mempertanyakan siapa pihak yang seharusnya menjadi “panglima” dalam mengoordinasikan pengelolaan keuangan daerah.

Baca juga: Purbaya Sebut Dana APBD DKI Rp 14,6 Triliun Mengendap, Pramono: Betul 1.000 Persen

"Terus terang, saya bingung siapa panglimanya TAPD ini. Seolah-olah jalan sendiri-sendiri, tidak ada yang mengkoordinasikan secara utuh," ujarnya.

Lukman juga meminta Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) untuk menjelaskan secara terbuka alasan penempatan dana tersebut di bank.

Ia mempertanyakan apakah langkah itu merupakan perintah langsung dari Gubernur DKI atau inisiatif internal BPKD.

"Sebagai Kepala BPKD, pejabat yang bersangkutan harus memastikan uang daerah bekerja untuk rakyat, bukan tidur dideposito. Di bank mana saja dana Rp 14,6 triliun itu ditempatkan? Dalam bentuk apa? Berapa bunganya dan ke mana dialokasikan hasil bunganya?," tanya Lukman.

Baca juga: Jakarta Terancam Kehabisan Lahan Pemakaman 3 Tahun Lagi

Kritik terhadap Kebijakan Keuangan

Selain menyoroti dana mengendap, Lukman menilai kebijakan keuangan daerah juga tidak konsisten.

Di satu sisi, pemerintah daerah menyimpan dana besar di bank, namun di sisi lain justru melakukan pinjaman senilai Rp 2,2 triliun.

“Ini ironis. Uang sendiri menganggur, tapi kita malah berutang. Bagaimana mekanismenya, berapa bunganya, dan proyek apa yang dibiayai?” ujarnya.

Ia juga mengkritik pengurangan subsidi pangan sebesar Rp 300 miliar dan pemotongan anggaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS sebesar Rp 558 miliar.

"Ini menyangkut hak dasar warga DKI. Mengapa bantuan untuk masyarakat justru dikurangi," ujarnya.

Baca juga: Pramono Sebut Dana Mengendap Rp14,6 Triliun DKI Bukan untuk Deposito

Penjelasan Pemprov DKI

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memastikan dana Rp 14,6 triliun yang tersimpan di bank bukan berbentuk deposito.

Halaman:


Terkini Lainnya
Program Pemutihan Pajak di Samsat Ciputat Capai 300.000 Kendaraan
Program Pemutihan Pajak di Samsat Ciputat Capai 300.000 Kendaraan
Megapolitan
Pencari Kerja Padati Job Fair Disabilitas di Taman Ismail Marzuki
Pencari Kerja Padati Job Fair Disabilitas di Taman Ismail Marzuki
Megapolitan
Polisi Tangkap Tiga Pelaku yang Bacok Dua Korban Saat Tawuran di Depok
Polisi Tangkap Tiga Pelaku yang Bacok Dua Korban Saat Tawuran di Depok
Megapolitan
Kapolda Metro Beri Penghargaan ke Ojol yang Gagalkan Pencurian Motor di Cakung
Kapolda Metro Beri Penghargaan ke Ojol yang Gagalkan Pencurian Motor di Cakung
Megapolitan
Dikelilingi Kompleks Perumahan Elite, Warga Gang Kelinci Puluhan Tahun BAB di Kali
Dikelilingi Kompleks Perumahan Elite, Warga Gang Kelinci Puluhan Tahun BAB di Kali
Megapolitan
Hari Keempat, Banjir Masih Rendam Jati Padang Imbas Tanggul Baswedan Jebol
Hari Keempat, Banjir Masih Rendam Jati Padang Imbas Tanggul Baswedan Jebol
Megapolitan
Naik KRL hingga MRT Kini Bisa Pakai QRIS, Cukup dengan Tap Ponsel
Naik KRL hingga MRT Kini Bisa Pakai QRIS, Cukup dengan Tap Ponsel
Megapolitan
Ganggu Laju Bus dan Membahayakan, Masyarakat Dilarang Lari di Jalur Transjakarta
Ganggu Laju Bus dan Membahayakan, Masyarakat Dilarang Lari di Jalur Transjakarta
Megapolitan
Ironi Warga Gang Kelinci Kemanggisan, Masih Buang Air Besar di Kali
Ironi Warga Gang Kelinci Kemanggisan, Masih Buang Air Besar di Kali
Megapolitan
Bau yang Tak Pernah Hilang dari Rorotan...
Bau yang Tak Pernah Hilang dari Rorotan...
Megapolitan
Transjakarta Sesalkan Peserta Lari Masuk Jalur Busway: Berbahaya, Merugikan Pelanggan
Transjakarta Sesalkan Peserta Lari Masuk Jalur Busway: Berbahaya, Merugikan Pelanggan
Megapolitan
Atasi Macet dan Parkir Minim, Konektivitas JIS–Ancol Perlu Dipercepat
Atasi Macet dan Parkir Minim, Konektivitas JIS–Ancol Perlu Dipercepat
Megapolitan
Sentra Fauna dan Kuliner Lenteng Agung Akan Diresmikan 15 November 2025
Sentra Fauna dan Kuliner Lenteng Agung Akan Diresmikan 15 November 2025
Megapolitan
20 Anak Sakit Akibat Uji Coba RDF Rorotan, Warga Desak Audiensi dengan Pramono
20 Anak Sakit Akibat Uji Coba RDF Rorotan, Warga Desak Audiensi dengan Pramono
Megapolitan
Penyebab Sopir Angkot Protes dan Mikrotrans JAK41 Berhenti Sementara
Penyebab Sopir Angkot Protes dan Mikrotrans JAK41 Berhenti Sementara
Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau
Kamu sedang mengakses Arsip Premium
Akses penuh arsip ini tersedia di aplikasi KOMPAS.com atau dengan Membership KOMPAS.com Plus.
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Unduh KOMPAS.com App untuk berita terkini, akurat, dan terpercaya setiap saat