Okupansi hotel di kota-kota kecil turun hingga 30 persen, banyak yang gulung tikar. Armada penerbangan kehilangan penumpang PNS yang selama ini menjadi pelanggan setia. Ekonomi daerah yang bergantung pada kunjungan birokrat menjadi lesu.
Fenomena serupa mulai terasa lagi sekarang. Laporan PHRI menunjukkan penurunan okupansi hotel 18 persen sejak pengumuman SBM 2026, maskapai mencatat penurunan 12 persen penumpang korporat, dan UMKM di sekitar pusat-pusat pemerintahan merasakan lesunya permintaan.
Di negara-negara lain, peran belanja pemerintah sebagai penggerak ekonomi juga diakui. Di Italia, belanja pemerintah mencapai 53,8 persen PDB, di Irlandia 22,65 persen, dan di Jepang, pemerintah menggelontorkan stimulus besar-besaran saat pandemi untuk menyelamatkan sektor riil.
Indonesia, dengan rasio belanja pemerintah sekitar 16,65 persen PDB, sebenarnya masih punya ruang fiskal. Namun, ruang itu justru dipersempit oleh obsesi pada efisiensi semu.
Baca juga: Penurunan Tingkat Pengangguran dan Lonjakan Sektor Informal
Kebijakan penghapusan uang saku rapat, misalnya, terlihat bijak untuk mengurangi belanja tak langsung. Namun, apakah kita mempertimbangkan bahwa tidak semua koordinasi bisa digantikan oleh Zoom?
Dalam penyusunan dokumen perencanaan strategis lintas kementerian, dalam pembahasan lintas sektor seperti RAN Pangan, Roadmap SDM, atau mitigasi bencana, interaksi fisik adalah kebutuhan, bukan kemewahan.
Demikian juga dengan pemangkasan honorarium pengelola keuangan. Di atas kertas, penghematan ini mencatatkan angka.
Namun di lapangan, honor yang kecil atau bahkan penghapusan honor, memicu moral hazard: siapa yang mau bekerja dengan baik jika beban bertambah, tapi penghargaan berkurang?
Efisiensi tanpa perbaikan sistem merit, tanpa simplifikasi birokrasi, hanya akan melahirkan frustrasi di level teknis.
Baca juga: Awal Tenggelamnya Reformasi Birokrasi: Rusaknya Sistem Merit
Ada secercah kabar baik: penambahan satuan biaya magang mahasiswa adalah langkah positif. Namun, tanpa target yang jelas, jumlah mahasiswa yang akan dibantu, sektor yang akan dituju, dan evaluasi hasilnya, langkah ini bisa menjadi sekadar catatan administratif.
Maka, efisiensi anggaran bukan hanya soal mengurangi angka. Ia soal menjaga kepercayaan.
Seperti kata ekonom Joseph Stiglitz, “The success of any economy is built on the confidence of its citizens”.
Kebijakan SBM harus memastikan bahwa di balik pemangkasan, ada kepastian keberlanjutan program, ada perlindungan terhadap sektor-sektor yang rentan, dan ada keberpihakan pada penciptaan dampak sosial.
Negara bukan sekadar akuntansi, bukan hanya saldo di neraca. Negara adalah janji: bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan, setiap biaya yang ditekan, bukan sekadar angka, tetapi adalah upaya untuk memastikan roda ekonomi tetap bergerak, tidak pincang, tidak mandek, dan tidak sekadar menjadi angka dalam laporan keuangan tahunan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.