Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kilas Balik Whoosh, Ngototnya Rini Soemarno dan Keberatan Jonan

Kompas.com - 27/08/2025, 09:20 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com – Kinerja keuangan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) berdarah-darah. Beban utang beserta bunga pinjaman membuat perusahaan menanggung kerugian hingga triliunan rupiah.

Sejak awal, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) memang tak lepas dari persoalan. Pembengkakan biaya (cost overrun) menjadi salah satu masalah utama.

Bahkan, pemerintah pada masa Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya ikut mengucurkan dana APBN untuk menopang proyek tersebut.

Padahal sesuai janji yang beberapa kali diucapkan sebelumnya, pemerintah telah menegaskan bahwa pembangunan KCJB akan murni menggunakan skema business to business (b to b) tanpa melibatkan dana APBN.

Namun janji tinggal janji. Komitmen lain yang kemudian berubah adalah pemberian jaminan pemerintah atas pinjaman dari kreditur China. Presiden Jokowi kala itu sampai harus merevisi beberapa regulasi.

Setelah resmi beroperasi, masalah baru muncul. Perusahaan mencatatkan kerugian besar.

Baca juga: Whoosh Bikin Tekor KAI Nyaris Rp 1 Triliun di Semester I 2025

Dalam laporan keuangan per 30 Juni 2025 (unaudited) yang dipublikasikan melalui situs resmi PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) mencatat kerugian Rp 4,195 triliun sepanjang 2024.

PT PSBI adalah konsorsium BUMN Indonesia yang jadi pemegang saham mayoritas PT KCIC. Rugi berlanjut di tahun 2025. Hanya dalam enam bulan pertama 2025, kerugian PSBI mencapai Rp 1,625 triliun.

Kereta Cepat, dari SBY ke Jokowi

Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung sejatinya ide lama. Jika menilik ke belakang, rencana pembangunan transportasi massal modern ini pertama kali mencuat pada 2014-2015, di penghujung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Saat itu, Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) sudah menunjukkan keseriusan dengan menyusun studi kelayakan.

Bahkan, Negeri Sakura rela menggelontorkan dana sebesar 3,5 juta dollar AS sejak 2014 untuk membiayai kajian yang melibatkan Kementerian Perhubungan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT, kini BRIN).

SBY kala itu tak mau buru-buru memutuskan. Namun, memasuki era pemerintahan Presiden Joko Widodo, arah kebijakan berubah. Pemerintah membuka peluang bagi Jepang maupun China untuk menawarkan proposal pembangunan.

Baca juga: Keruwetan Kereta Cepat, Dulu Jonan Keberatan, Kini Bikin BUMN Rugi

Syarat yang ditetapkan Indonesia kala itu tegas: proyek tidak boleh menggunakan dana APBN, dan pemerintah tidak akan memberi jaminan jika terjadi masalah di kemudian hari.

Tawaran Jepang dan manuver cepat China

Jepang mengajukan proposal investasi sebesar 6,2 miliar dollar AS, dengan pinjaman tenor 40 tahun dan bunga hanya 0,1 persen per tahun.

Namun, di tengah jalan, China mengajukan tawaran baru dengan nilai investasi lebih rendah, yakni 5,5 miliar dollar AS, meskipun dengan bunga lebih tinggi, 2 persen.

Halaman:


Terkini Lainnya
BPJS Ketenagakerjaan Buka Rekrutmen, Cek Syarat dan Posisinya
BPJS Ketenagakerjaan Buka Rekrutmen, Cek Syarat dan Posisinya
Karier
Wujudkan Swasembada Pangan, Harfia Gelar Temu Tani dan Pelatihan Traktor HTR-855 di Palangkaraya
Wujudkan Swasembada Pangan, Harfia Gelar Temu Tani dan Pelatihan Traktor HTR-855 di Palangkaraya
Ekbis
Gandeng Naoyoshi, Lovina Beach Brewery (STRK) Bakal Masuk ke Pasar Jepang
Gandeng Naoyoshi, Lovina Beach Brewery (STRK) Bakal Masuk ke Pasar Jepang
Ekbis
70 Persen Alkes Masih Impor, Indonesia Genjot Produksi Dalam Negeri
70 Persen Alkes Masih Impor, Indonesia Genjot Produksi Dalam Negeri
Ekbis
Wamendag Sebut Implementasi Perjanjian IC-CEPA Bikin Nilai Perdagangan dengan Cille Naik
Wamendag Sebut Implementasi Perjanjian IC-CEPA Bikin Nilai Perdagangan dengan Cille Naik
Ekbis
Sarana Menara Nusantara (TOWR) Bongkar Strategi Genjot Pendapatan
Sarana Menara Nusantara (TOWR) Bongkar Strategi Genjot Pendapatan
Industri
RI Produksi Ventilator dan Mesin Anestesi: Bisa Dipakai Bayi, Harga Mulai Rp 300 Juta
RI Produksi Ventilator dan Mesin Anestesi: Bisa Dipakai Bayi, Harga Mulai Rp 300 Juta
Industri
Ekspor China ke AS Anjlok 33 Persen, Pertumbuhan Perdagangan Melambat
Ekspor China ke AS Anjlok 33 Persen, Pertumbuhan Perdagangan Melambat
Ekbis
Jangan Tertipu! OJK Tegaskan Pemutihan Pinjaman Online Hoaks
Jangan Tertipu! OJK Tegaskan Pemutihan Pinjaman Online Hoaks
Ekbis
Tekan Impor, RI Kini Produksi Ventilator dan Mesin Anestesi Sendiri
Tekan Impor, RI Kini Produksi Ventilator dan Mesin Anestesi Sendiri
Industri
Ternyata Ini 6 Penyebab Gen Z dan Milenial Sulit Menabung Menurut Pakar
Ternyata Ini 6 Penyebab Gen Z dan Milenial Sulit Menabung Menurut Pakar
Keuangan
Kata KCI Soal KRL Sempat Tertahan di Stasiun Jatinegara dan Manggarai pada Minggu Malam
Kata KCI Soal KRL Sempat Tertahan di Stasiun Jatinegara dan Manggarai pada Minggu Malam
Ekbis
Prediksi Harga iPhone 17 Pro Max, Air, dan Seri Lainnya
Prediksi Harga iPhone 17 Pro Max, Air, dan Seri Lainnya
Belanja
Mengoreksi Budidaya, Menopang Ekstensifikasi, Mengejar Swasembada Gula
Mengoreksi Budidaya, Menopang Ekstensifikasi, Mengejar Swasembada Gula
Ekbis
Pertumbuhan Ekonomi Jepang 2,2 Persen, tapi Ekspor Turun
Pertumbuhan Ekonomi Jepang 2,2 Persen, tapi Ekspor Turun
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau