JAKARTA, KOMPAS.com - Ekosistem financial technology (fintech) syariah di Tanah Air mencatat pencapaian gemilang di kancah global.
Berdasarkan Global Islamic Fintech Report 2025, Indonesia berhasil mempertahankan posisi tiga besar dari 82 negara.
Kendati begitu, ekosistem fintech syariah Indonesia berada di bawah Malaysia dan Arab Saudi.
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mirza Adityaswara, mengatakan capaian ini menegaskan daya saing sekaligus potensi besar industri fintech syariah di dalam negeri.
Baca juga: OJK: Aset Industri Keuangan Syariah RI Tembus Rp 2.973 Triliun
“Berdasarkan Global Islamic Fintech Report, Indonesia berhasil mempertahankan posisi peringkat ketiga dari 82 negara sebagai negara dengan ekosistem fintech syariah terkuat setelah Malaysia dan Arab Saudi,” ujar Mirza saat gelaran Ijtima’ Sanawi XXI 2025, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
“Hal ini mencerminkan daya saing dan potensi besar industri ini, terbentuknya ekosistem fintech syariah yang semakin matang juga mendukung perluasan layanan dan inovasi berbasis prinsip syariah,” paparnya.
Pertumbuhan fintech syariah di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah masyarakat.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2025 menunjukkan indeks literasi syariah mencapai 43,4 persen, sementara inklusi syariah berada di 13,4 persen.
Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar 39 persen dan 12,8 persen.
Menurutnya, peningkatan pemahaman dan akses keuangan syariah menjadi bekal penting bagi industri untuk tumbuh, memperluas jangkauan layanan, dan memperkuat eksistensi keuangan syariah di masyarakat.
Kemajuan ini juga ditopang oleh pasar domestik yang besar.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, lebih dari 245 juta jiwa. “Kemajuan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia tersebut didukung oleh fakta bahwa Indonesia memiliki pasar-pasar yang cukup besar, mengingat kita merupakan salah satu negara dengan populasi muslim terbesar di dunia,” beber Mirza.
Selain itu, peningkatan daya beli, perkembangan teknologi digital yang pesat, dan integrasi nilai-nilai Islam dalam gaya hidup masyarakat turut mempercepat pertumbuhan ekosistem fintech syariah.
Dukungan pemerintah juga menjadi faktor penting.
Pemerintah menargetkan indeks literasi keuangan syariah mencapai 50 persen sebagai bagian dari visi Indonesia Emas 2045, dengan ekonomi syariah sebagai salah satu pilar utama.
Regulasi turut diperkuat dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang melahirkan Komite Pengembangan Keuangan Syariah (KPKS).
Lembaga ini diharapkan memperkuat koordinasi antara otoritas di sektor perbankan, pasar modal, industri keuangan non-bank, hingga inovasi digital syariah. “Jadi komite tersebut telah dibentuk sekitar awal tahun ini. Sehingga diharapkan dengan adanya komite tersebut, dengan adanya KPKS, maka kita bisa semakin kuat mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dan khususnya di OJK itu menjadi sangat terintegrasi,” ucapnya.
Lebih jauh, Mirza memastikan bahwa Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) tengah menyusun blueprint strategi pengembangan ekonomi syariah, termasuk master plan ekonomi syariah Indonesia, serta strategi nasional literasi dan inklusi keuangan syariah.
“Penyusunan dokumen blueprint strategi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah yang dikoordinasikan oleh KNEKS, Komite Nasional Ekonomi Keuangan Syariah, meliputi master plan ekonomi syariah Indonesia dan strategi nasional literasi dan inklusi ekonomi dan keuangan syariah Indonesia,” lanjut Mirza.
Baca juga: Market Cap Saham Syariah RI Tembus Rp 7.578 Triliun, Dominasi 62,3 Persen Pasar Modal
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang