KOMPAS.com-Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan risiko baru bagi ekonomi Asia seiring potensi penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dan kenaikan suku bunga global.
Dua faktor itu dinilai dapat mengguncang ketahanan keuangan kawasan yang tengah menghadapi tekanan dari tarif AS dan pelemahan permintaan China.
Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, Krishna Srinivasan, menilai beban utang di Asia membuat kawasan ini rentan terhadap perubahan kondisi keuangan global.
“Jika suku bunga mulai naik, terutama suku bunga jangka panjang, hal itu dapat berdampak signifikan terhadap Asia, di mana biaya pembayaran utang terhadap pendapatan cukup tinggi. Itu menjadi masalah,” ujarnya, Jumat (24/10/2025).
Baca juga: IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia 2025 Jadi 4,5 Persen, tapi Waspadai Ketegangan AS-China
Dalam laporan prospek ekonomi regional yang dirilis Jumat, IMF menyebut risiko eksternal seperti penguatan dolar dan suku bunga tinggi dapat mempersempit ruang kebijakan moneter di Asia.
Negara-negara berkembang berisiko menghadapi arus modal keluar dan tekanan terhadap nilai tukar jika investor beralih ke aset dolar.
Srinivasan menyebut pelemahan dolar dan penurunan suku bunga The Federal Reserve bisa memberi ruang bagi bank sentral Asia untuk melonggarkan kebijakan moneter tanpa khawatir modal keluar.
“Jika dolar menguat, hal itu juga dapat memengaruhi Asia,” katanya.
“Kondisi keuangan selama ini sangat mendukung, tetapi bisa saja berubah. Itu merupakan risiko besar bagi Asia,” sambungnya.
Baca juga: IMF Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025-2026 Jadi 4,9 Persen
IMF menilai beberapa negara mungkin perlu melanjutkan pelonggaran moneter untuk menjaga inflasi tetap sesuai target dan mempertahankan stabilitas harga.
Inflasi di Asia memang lebih terkendali dibandingkan kawasan lain, meski sempat naik akibat lonjakan harga energi dan bahan baku setelah perang Rusia-Ukraina.
Srinivasan menilai kondisi itu menunjukkan kemampuan bank sentral Asia menjaga kepercayaan publik.
“Penting bagi bank sentral untuk memiliki independensi agar mereka dapat mencapai tujuan mereka, terutama stabilitas harga,” ujarnya.
“Namun, ketika berbicara tentang independensi, mereka juga harus bertanggung jawab kepada masyarakat luas. Penting juga agar mereka tidak dibebani dengan banyak mandat,” katanya lagi.