BOGOR, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Danang Permadi, menilai revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025 cukup mendesak untuk menjaga keberlanjutan industri gula nasional.
Regulasi tersebut dinilai memberi dampak negatif terhadap pasar tetes domestik karena membuka relaksasi impor etanol dan turunannya.
Menurut Danang, kebijakan relaksasi itu telah menyebabkan lonjakan impor etanol dan produk turunannya, sehingga menekan harga tetes yang menjadi salah satu sumber pendapatan penting bagi petani tebu.
“Nah yang menjadi sorotan lagi terkait perlunya revisi Permendag no 16 tahun 2025 terkait relaksasi untuk perizinan impor ya, impor etanol dan juga turunannya, ini kan mengakibatkan banyaknya ekspor impor ya etanol dan turunannya sehingga pasar tetes domestik ini tertekan,” ujar Danang saat sesi diskusi panel outlook komoditas perkebunan di Gedung Riset Perkebunan Nusantara, Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/10/2025).
Baca juga: Swasembada Gula 2026 Masih Berat: Produktivitas Tebu Stagnan Imbas Iklim Tak Bersahabat
Adapun, Permendag 16/2025 diterbitkan pada 30 Juni 2025 dan berlaku mulai 29 Agustus tahun ini. Beleid ini merupakan bagian dari rangkaian revisi atau deregulasi aturan impor.
Regulasi tersebut sebelumnya beberapa kali diubah, mulai dari Permendag 36/2023, lalu direvisi menjadi Permendag 3/2024, diubah lagi menjadi Permendag 7/2024, hingga terakhir Permendag 8/2024.
Tekanan terhadap harga tetes dan gula berpotensi menurunkan minat petani menanam tebu. Jika dibiarkan, kondisi ini akan berdampak panjang terhadap upaya perluasan lahan tebu dan kemandirian industri gula di Indonesia.
Baca juga: Petani Tebu Desak Pemerintah Revisi Aturan Impor Etanol, Mendag Janji Evaluasi
Selain revisi Permendag, Danang menekankan pentingnya kebijakan protektif bagi industri gula nasional, termasuk pengaturan tarif dan kuota impor, pengawasan distribusi gula, serta penegakan hukum terhadap praktik kebocoran gula rafinasi ke pasar konsumsi.
Ia mengusulkan evaluasi terhadap penetapan harga gula agar selaras dengan biaya pokok produksi tanpa membebani konsumen.
“Nah disini perlu juga mengevaluasi kembali penetapan harga gula begitu ya, yang harapan petani harga gula itu sesuai dengan biaya pokok produksinya begitu, namun juga tetap mempertimbangkan konsumsi yang sekiranya tidak memberatkan konsumen,” paparnya.
Baca juga: Revisi Aturan Impor Tekstil Mendesak, Industri Terancam PHK Massal