JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat realisasi investasi industri agro selama semester I-2025 mencapai Rp 85,05 triliun.
Sektor ini juga menyerap 9,8 juta tenaga kerja atau 50,26 persen dari total tenaga kerja industri pengolahan nonmigas.
Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan data tersebut memperlihatkan bahwa industri agro bukan hanya menjadi motor pertumbuhan, tetapi juga pilar pemerataan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja produktif.
Secara agregat, industri agro menyumbang 52,07 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas pada semester I-2025.
Baca juga: Menperin Putar Otak Benahi Industri, Janji Tak Bergantung Uang Negara
Bahkan, berkontribusi 8,96 persen terhadap PDB nasional, dengan pertumbuhan 4,99 persen.
“Pada semester I tahun 2025, sektor industri agro mencatatkan kontribusi sebesar 52,07 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas, kemudian memberikan andil hingga 8,96 persen terhadap PDB nasional, dan tumbuh positif mencapai 4,99 persen,” ujar Agus saat pameran industri agro yang digelar di gedung Kemenperin, Jakarta Selatan, Rabu (29/10/2025).
Dari sisi perdagangan luar negeri, sektor ini menunjukkan kinerja yang gemilang dengan nilai ekspor menembus 37,38 miliar dollar AS dan surplus neraca dagang sebesar 26,96 miliar dollar AS.
“Jika dibandingkan dengan neraca perdagangan industri pengolahan nonmigas secara keseluruhan yang sebesar 16,84 miliar dollar AS, kinerja sektor industri agro memberikan kontribusi signifikan terhadap surplus perdagangan nasional,” paparnya.
Menurutnya, capaian tersebut sejalan dengan sasaran Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang menekankan percepatan industrialisasi melalui peningkatan nilai tambah di dalam negeri.
“Untuk mewujudkan sasaran tersebut, Kementerian Perindustrian tengah mengimplementasikan Strategi Baru Industrialisasi Nasional (SBIN) sebagai kerangka kerja komprehensif penguatan sistem industri nasional yang terintegrasi dari hulu hingga hilir,” beber Menperin.
Lebih jauh, lewat Strategi Baru Industrialisasi Nasional (SBIN), Kemenperin masih memacu integrasi rantai pasok industri nasional (backward dan forward linkage) dengan dukungan regulasi cerdas, jaminan ketersediaan bahan baku, peningkatan efisiensi proses produksi, serta penguatan inovasi dan akses pasar.
“Dalam konteks sektor agro, pendekatan industrialisasi diarahkan untuk memperkuat hilirisasi berbasis sumber daya alam. Bahan baku seperti biji kakao, sagu, rumput laut, dan kopra didorong untuk diolah menjadi produk turunan bernilai tambah tinggi di dalam negeri,” kata Agus.
Selain itu, Kemenperin mendorong terbentuknya ekosistem industri agro yang inklusif dengan memperkuat kemitraan antara pelaku industri, koperasi, dan petani untuk menjamin keberlanjutan pasokan bahan baku.
Penerapan prinsip industri hijau dan berkelanjutan menjadi penting dalam strategi tersebut, antara lain efisiensi energi dan penerapan sertifikasi keberlanjutan seperti Rainforest Alliance, UTZ, dan Organic Certification.
Kemenperin juga menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi mutakhir dan integrasi sistem industri 4.0, termasuk pengambilan keputusan berbasis data di seluruh rantai nilai agroindustri.