JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Sjafrie Sjamsoeddin, mengungkapkan, terdapat empat sasaran utama dalam Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) Nomor 34 Tahun 2004.
Hal ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR RI, pada Selasa (11/3/2025).
"Adapun yang menjadi sasaran dalam perubahan Undang-Undang TNI di antaranya, satu, memperkuat kebijakan modernisasi alutsista dan industri pertahanan di dalam negeri," kata Sjafrie.
Sasaran kedua, lanjut dia, adalah memperjelas batasan dan mekanisme pelibatan TNI dalam tugas non-militer.
Baca juga: Komisi I Sebut Aturan Usia Pensiun TNI Tak Adil, Bandingkan dengan ASN
Ketiga, perubahan UU TNI ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan prajurit serta jaminan sosial bagi mereka.
Sasaran keempat dalam revisi ini adalah menyesuaikan ketentuan terkait kepemimpinan, jenjang karier, dan usia pensiun sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Dalam pengantar RDP, DPR menjelaskan bahwa perubahan UU TNI akan mencakup penambahan usia dinas keprajuritan dan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menyampaikan hal ini saat membuka RDP yang juga dihadiri oleh Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi.
"Revisi UU TNI ini akan mengatur substansi penambahan usia masa dinas keprajuritan dan pengaturan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga," ungkap Dave.
Baca juga: Puan Jamin DPR Terima Masukan Publik soal Revisi UU TNI
Secara spesifik, revisi ini akan menetapkan penambahan usia masa dinas keprajuritan hingga 58 tahun bagi bintara dan tamtama, sementara masa kedinasan bagi perwira dapat mencapai usia 60 tahun.
Selain itu, ada kemungkinan masa kedinasan diperpanjang hingga 65 tahun bagi prajurit yang menduduki jabatan fungsional.
"Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan potensi sumber daya manusia TNI yang memiliki keahlian khusus dan pengalaman yang relevan dalam jabatan fungsional tersebut," ujar dia.
Politikus Partai Golkar itu juga menekankan bahwa RUU ini akan mengubah aturan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga, mengingat kebutuhan penempatan prajurit TNI di kementerian/lembaga yang semakin meningkat.
"TNI memiliki sumber daya manusia yang melimpah, sementara kementerian/lembaga seringkali mengalami keterbatasan. Kondisi ini memerlukan solusi untuk menjaga efektivitas penyelenggaraan pemerintah," kata Dave.
Baca juga: Puan Ungkap Alasan Indonesia Tak Bisa Tiru Vietnam Pangkas Kementerian
Oleh karena itu, perubahan Pasal 47 Ayat 2 UU TNI dianggap penting.
Adapun Pasal 47 Ayat (2) berbunyi, Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
"Oleh karena itu perubahan Pasal 47 Ayat 2 UU TNI menjadi suatu kenicayaan seiring dengan perkembangan lingkungan yang semakin dinamis baik di tingkat nasional maupun internasional, serta kebutuhan pemerintahan, penyesuaian UU WNI menjadi diperlukan khususnya terkait peran prajurit TNI di Kementerian/lembaga," kata Dave.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini