JAKARTA, KOMPAS.com - Muhammad Kerry Adrianto Riza, anak pengusaha Mohamad Riza Chalid didakwa menggunakan uang sebesar Rp 176 miliar, di antaranya untuk bermain golf di Thailand.
Uang sebesar Rp 176 miliar itu diduga berasal dari dugaan korupsi tata kelola minyak mentah pada 2018-2023.
Dalam surat dakwaan, Kerry terungkap menggunakan uang tersebut untuk bermain golf di Thailand bersama Gading Ramadhan Joedo dan Dimas Werhaspati.
Baca juga: Anak Riza Chalid Didakwa Perkaya Diri Rp 3,07 Triliun pada Kasus Korupsi Minyak
Dalam kegiatan tersebut turut hadir pihak PT Pertamina, yakni Yoki Firnandi, Sani Dinar Saifuddin, Arief Sukmara, dan Agus Purwono.
"Terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza dan Gading Ramadhan Joedo menggunakan uang sebesar Rp 176.390.287.697,24 yang berasal dari pembayaran sewa Terminal BBM Merak, yang antara lain digunakan untuk kegiatan golf di Thailand yang diikuti oleh Gading Ramadhan Joedo dan Dimas Werhaspati, bersama pihak PT Pertamina, yaitu antara lain: Yoki Firnandi, Sani Dinar Saifuddin, Arief Sukmara, dan Agus Purwono," bunyi surat dakwaan itu, dikutip Rabu (15/10/2025).
Gading Ramadhan Joedo sendiri merupakan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Lebih detail, dalam surat dakwaan tertulis bahwa terdapat penerimaan fasilitas kegiatan golf di Bangkok bersama pihak PT Pertamina grup pada 5 sampai Juli 2024 sebesar Rp380.200.500,00.
"Biaya golf di Thailand total sebesar Rp380.200.500,00 yang diikuti oleh Yoko Firnandi, Sani Dinar Saifuddin, Agus Purwono, Arief Sukmara, Dimas Werhaspati, dan Gadung Ramadhan Joedo," bunyi surat dakwaan.
Baca juga: Bapak dan Anak Jadi Tersangka Korupsi Pertamina, Apa Peran Riza Chalid dan Kerry Andrianto?
Salah satu tersangka kasus korupsi Pertamina, Muhammad Kerry Andrianto Riza saat dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Senin (23/6/2025). (Dok. Kejaksaan Agung)Dalam dakwaan, Kerry disebut jaksa melakukan perbuatan melawan hukum dalam penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM).
"Pembayaran sewa terminal BBM tersebut telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara selama periode tahun 2014-2024 sebesar Rp 2.905.420.003.854,00 yang merupakan pengeluaran PT Pertamina dan/atau PT Pertamina Patra Niaga yang seharusnya tidak dikeluarkan,” ujar salah satu jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Jaksa menyebutkan, PT Pertamina memenuhi permintaan Riza Chalid untuk menyewa terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak (nama lama PT Orbit Terminal Merak).
Baca juga: Riza Chalid Susul Kerry Jadi Tersangka, Anak-Bapak di Pusaran Kasus Korupsi Pertamina
Pembelian ini diduga terjadi pada periode April 2012-November 2014. Padahal, saat itu, Pertamina belum membutuhkan terminal BBM.
Pembelian terminal BBM ini tidak melalui tangan Riza Chalid maupun Kerry. Mereka menunjuk Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo, untuk melakukan penawaran kerja sama dengan Hanung Budya Yuktyanta yang saat itu menjabat Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina.
Penyampaian kerja sama ini dilakukan meski saat itu terminal BBM Merak belum menjadi milik Riza maupun Kerry.
Riza dan anaknya juga mendesak pihak Pertamina untuk mempercepat proses kerja sama penyewaan terminal BBM.
Baca juga: Sakit Pneumonia, Kerry Anak Riza Chalid Minta Pindah ke Rutan Salemba
Hal ini ditindaklanjuti Hanung dan Alfian Nasution selaku Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina tahun 2011-2015 untuk melakukan penunjukan langsung kepada perusahaan PT Oiltanking Merak. Padahal, perusahaan afiliasi Riza Chalid ini tidak memenuhi kriteria pengadaan.
Selain itu, Kerry dan Gading meminta Alfian untuk menghilangkan klausul kepemilikan aset terminal BBM ini dalam nota kerja sama. Akhirnya, dalam perjanjian yang ditandatangani, aset terminal BBM Merak ini tidak bisa menjadi milik PT Pertamina, tapi milik PT OTM.
Atas perbuatannya, Kerry disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang