MAGELANG, KOMPAS.com - Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono mengonfirmasi bahwa Kementerian Sosial telah menerima usulan sejumlah nama untuk diangkat sebagai pahlawan nasional, termasuk nama Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.
Pernyataan tersebut disampaikan Jabo saat mengunjungi Desa/Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (26/10/2025).
"Kemensos hanya menampung (usulan calon pahlawan)," ucapnya.
Jabo menjelaskan, usulan Soeharto sebagai pahlawan nasional datang dari masyarakat dan melalui tahapan yang telah ditetapkan.
"Nanti Istana yang memutuskan siapa yang akan menjadi pahlawan nasional," tambahnya.
Aturan mengenai penetapan pahlawan nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Dalam peraturan tersebut, Pasal 51 dan 52 menyebutkan, calon pahlawan nasional dapat diusulkan oleh individu, lembaga, atau kelompok masyarakat, dan usulan tersebut harus disampaikan kepada kepala daerah sebelum diteruskan ke Kementerian Sosial.
Menurut Jabo, Kementerian Sosial akan mengkaji usulan calon pahlawan melalui Tim Pengkajian dan Penelitian Gelar Pahlawan Pusat (TP2GP).
"Setelah selesai dikaji, ditandatangani oleh Pak Menteri (Sosial)," tuturnya.
Keputusan Akhir di Tangan Presiden
Keputusan akhir mengenai gelar pahlawan nasional, sesuai dengan Pasal 56 dan 57 di PP 35/2010, berada di tangan presiden, dengan mempertimbangkan rekomendasi dari Dewan Gelar.
Selain Soeharto, Kementerian Sosial juga mengusulkan 39 nama lain ke Dewan Gelar, termasuk Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Yusuf Hasyim, sastrawan Hans Bague Jassin, dan aktivis buruh Marsinah yang dibunuh pada 1993.
Namun, usulan Soeharto sebagai pahlawan nasional menuai kontroversi.
Koalisi masyarakat sipil menilai, Soeharto tidak layak diusulkan karena rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat selama masa pemerintahannya.
"Sekitar Mei sampai Juni, kami bahkan telah menyerahkan kepada Kementerian Kebudayaan maupun kepada Kementerian Sosial terkait catatan-catatan pelanggaran hak asasi manusia berat (Soeharto)," kata Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Andrie Yunus, seperti dikutip dari Kompas.com (23/10/2025).
Andrie menambahkan, Soeharto juga erat kaitannya dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
"Oleh karena itu, sudah sepantasnya Soeharto tidak memenuhi syarat pemberian gelar pahlawan," tegasnya.
https://regional.kompas.com/read/2025/10/26/144950978/soeharto-diusulkan-jadi-pahlawan-nasional-agus-jabo-kemensos-hanya