YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, resmi memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Kebijakan ini menuai kritik dari sejumlah pihak, salah satunya pakar hukum tata negara Gugun El Guyanie, yang menilai langkah tersebut sebagai bentuk tukar guling politik.
“Ini terkesan penegakkan hukum sebagai sandra politik pada akhirnya, jadi negatifnya di situ. Sisi negatif, sudah diproses hukum Hasto walaupun Hasto kemudian ada peran Presiden terkesan sangat politis,” ujarnya, Jumat (1/8/2025).
Baca juga: Tegaskan SBY Tak Terlibat Polemik Ijazah Palsu, Jokowi: Beliau Negarawan yang Baik
Gugun yang juga dosen di UIN Sunan Kalijaga menyatakan bahwa kebijakan tersebut melemahkan supremasi hukum dan menunjukkan bahwa penegakkan hukum di Indonesia tersandera oleh kepentingan politik.
“Ini jadi preseden buruk, bahwa presiden tidak berkomitmen memberantas korupsi,” kata dia.
Ia menyebut bahwa proses hukum terhadap Tom Lembong yang dipermasalahkan publik seharusnya ditangani secara hukum acara, bukan melalui intervensi Presiden.
Sedangkan dalam kasus Hasto Kristiyanto, ia menegaskan bahwa Hasto sudah terbukti memberikan uang suap dalam skandal PAW Harun Masiku.
“Presiden main-main saja ini untuk sandra, suatu saat ada proses peradilan korupsi, alah nanti bisa ditukar guling dengan kepentingan presiden kok,” ujarnya.
Gugun menekankan bahwa amnesti dan abolisi seharusnya diberikan kepada narapidana politik, seperti yang terjadi pada masa Orde Baru terhadap tokoh-tokoh kritis yang dijerat hukum.
“Tetapi kasus pemberantasan korupsi dalam kasus Sekjen PDIP itu justru bermakna negatif,” tambahnya.
Baca juga: Jokowi Akui Tak Dimintai Pertimbangan Prabowo soal Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong
Ia menilai keputusan Presiden Prabowo ini sebagai preseden buruk yang dapat mengganggu independensi penegakkan hukum dan memperlemah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Saya kira preseden buruk Presiden Prabowo ya, karena memberikan abolisi amnesti kepada kasus-kasus yang tidak terkait dengan narapidana politik,” ucap dia.
Menkumham Jelaskan Alasan Presiden Prabowo
Menanggapi polemik ini, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menjelaskan bahwa Presiden Prabowo memiliki pertimbangan strategis dalam mengambil keputusan tersebut.
“Pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI. Jadi itu yang paling utama. Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa," kata Supratman dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (31/7/2025).
Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini diambil dalam rangka membangun kembali persatuan nasional menjelang HUT RI ke-80, meski tetap menuai kritik dari kalangan akademisi dan pegiat antikorupsi.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini