MANDALAY, KOMPAS.com – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak masyarakat internasional untuk segera menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Myanmar sebelum musim hujan tiba.
Seruan ini disampaikan menyusul bencana gempa bumi dahsyat yang menewaskan sedikitnya 2.719 orang hingga Selasa (1/4/2025).
Gempa Myanmar berkekuatan magnitudo 7,7 pada Jumat (28/3/2025) siang tercatat sebagai yang terkuat dalam lebih dari satu abad.
Baca juga: Gempa Myanmar: Indonesia Kirim Tenaga SAR, Medis, dan Bantuan Logistik
Guncangan hebat tersebut merobohkan pagoda-pagoda kuno, gedung-gedung modern, serta menyebabkan kerusakan besar di Mandalay dan ibu kota Naypyidaw.
"Air minum, kebersihan, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan merupakan kebutuhan paling kritis menyusul kerusakan parah pada bangunan, jalan, dan jembatan," kata Marcoluigi Corsi, penjabat koordinator kemanusiaan PBB, setelah meninjau lokasi terdampak selama dua hari.
PBB memperingatkan, datangnya musim hujan dapat memperparah krisis kemanusiaan jika bantuan tidak segera disalurkan.
"Kami tentu saja tetap berkomitmen untuk menjangkau orang-orang di Myanmar yang membutuhkan bantuan," kata juru bicara PBB, Stephane Dujarric, dikutip dari Reuters, Rabu (2/4/2025).
Myanmar sebelumnya sudah menghadapi krisis kemanusiaan akibat perang saudara yang membuat lebih dari 3 juta warga mengungsi jauh sebelum bencana terjadi. Kini, gempa bumi memperburuk situasi.
Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Julie Bishop, mendesak semua pihak untuk menghentikan pertempuran demi memberi ruang bagi bantuan kemanusiaan.
"Melanjutkan operasi militer di daerah yang terkena bencana berisiko menimbulkan lebih banyak korban jiwa," ujar Bishop dalam pernyataannya.
Kelompok-kelompok bantuan juga mengingatkan, peluang menemukan korban selamat kian menipis seiring berjalannya waktu.
Baca juga: Korban Tewas Gempa Capai 2.056 Jiwa, Myanmar Tetapkan Masa Berkabung Nasional
Pemimpin junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing, menyebutkan, korban tewas mencapai 2.719 jiwa hingga Selasa pagi dan diperkirakan akan menembus angka 3.000. Selain itu, terdapat 4.521 orang yang terluka dan 441 orang dilaporkan hilang.
"Di antara yang hilang, sebagian besar diperkirakan sudah meninggal. Peluang mereka untuk tetap hidup sangat kecil," katanya dalam pidato resmi.
Badan-badan PBB melaporkan, rumah sakit setempat kewalahan menangani korban. Upaya penyelamatan juga terhambat oleh rusaknya infrastruktur dan konflik bersenjata yang terus berlangsung.
Pemberontak di Myanmar bahkan menuduh militer tetap melancarkan serangan udara setelah gempa terjadi.
Namun, pada Selasa, sebuah aliansi pemberontak utama mengumumkan gencatan senjata sepihak guna mendukung operasi penyelamatan dan bantuan.
Sejak kudeta militer pada 2021, Myanmar terus dilanda kekacauan. Militer menghadapi perlawanan bersenjata dari kelompok-kelompok oposisi, sedangkan tuduhan kekejaman terhadap warga sipil terus mencuat.
Pihak militer membantah tuduhan tersebut dan menyatakan mereka hanya berupaya melindungi negara dari kelompok teroris.
Tak hanya di Myanmar, dampak gempa juga dirasakan di negara tetangga, Thailand. Hingga Selasa, 21 orang dilaporkan tewas dan ratusan bangunan mengalami kerusakan.
Baca juga: Warga Mandalay Tidur di Tenda Terbuka, Trauma Gempa dan Takut Bangunan Runtuh
Tim penyelamat masih mencari korban di reruntuhan gedung pencakar langit yang tengah dibangun di Bangkok. Namun, mereka mengakui bahwa waktu menjadi tantangan besar dalam upaya penyelamatan ini.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini