MELBOURNE, KOMPAS.com - Pemilih di Australia memberikan suara pada Sabtu (3/5/2025) hari ini dalam pemilu Australia 2025 yang diprediksi akan kembali dimenangkan oleh Partai Buruh di bawah pimpinan Perdana Menteri Anthony Albanese.
Fokus utama pemilih adalah isu biaya hidup, meskipun dinamika global dan kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump juga turut memengaruhi suasana kampanye.
Selama masa kampanye, dua partai utama di Australia sama-sama menjanjikan solusi untuk meringankan tekanan biaya hidup.
Baca juga: Pemilu Singapura Digelar, Partai Berkuasa Diuji di Tengah Ketimpangan Sosial
Namun, jajak pendapat menunjukkan kekhawatiran atas ketidakpastian global, termasuk tarif tinggi dari Amerika Serikat, ikut menjadi perhatian serius warga.
"Upah riil kami meningkat, inflasi kami menurun," ujar Albanese dalam pernyataan yang disiarkan dari Melbourne sebelum bertolak ke distrik asalnya di Sydney untuk memberikan suara, sebagaimana diberitakan Reuters.
Ia juga menegaskan komitmennya untuk memperluas akses perumahan terjangkau dan memperkuat sistem layanan kesehatan universal jika kembali terpilih untuk masa jabatan kedua.
Sementara itu, pemimpin oposisi Peter Dutton juga memulai hari pemungutan suara di Melbourne, wilayah kunci dalam pemilu ini sebelum menuju ke negara bagian asalnya, Queensland.
Ia mengimbau warga untuk memberi kesempatan kepada koalisi Liberal-Nasional yang dipimpinnya.
"Saya kira banyak warga Australia yang diam-diam telah keluar hari ini untuk mendukung koalisi," ujar Dutton di Brisbane, wilayah pemilihannya yang sempat dimenangkan dengan selisih tipis.
Baca juga: Australia: Perdamaian Ukraina Harus Sesuai Persyaratan Kyiv
Pemilu kali ini berlangsung hanya beberapa hari setelah Partai Liberal Kanada meraih kemenangan mengejutkan, didorong oleh reaksi terhadap tarif yang diterapkan Presiden Trump dan pernyataannya mengenai kemungkinan menjadikan Kanada sebagai negara bagian ke-51 Amerika Serikat.
Di Australia, Partai Buruh berusaha menggambarkan Dutton mantan polisi yang berjanji akan memangkas imigrasi dan ribuan pekerjaan layanan publik sebagai tokoh konservatif ala Trump.
Strategi ini ditujukan untuk menarik sentimen negatif terhadap kebijakan luar negeri AS ke dalam konteks pemilu domestik.
Dutton sendiri membantah perbandingan tersebut dan berusaha menjaga jarak dari kebijakan pemangkasan anggaran ala penasihat Trump, Elon Musk.
Meski sempat memimpin dalam jajak pendapat pada Februari, posisinya kini tertinggal setelah Trump menetapkan tarif 10 persen pada ekspor Australia sebuah langkah yang turut berdampak pada hubungan dagang kedua negara.
Diketahui, Australia merupakan sekutu dekat AS dalam bidang keamanan, tetapi kerap mengalami defisit perdagangan dengan Negeri Paman Sam.
Baca juga: Trump Unggah Foto Berpakaian seperti Paus, Mengaku Ingin Jadi Pemimpin Gereja Katolik