GAZA, KOMPAS.com – Gelombang pengakuan internasional terhadap negara Palestina terus menguat, di tengah perang berkepanjangan Israel–Hamas yang telah menewaskan lebih dari 60.000 orang di Gaza dalam hampir dua tahun terakhir.
Australia menjadi negara terbaru yang mengumumkan rencana pengakuan kemerdekaan Palestina.
Negara ini bergabung dengan Inggris, Perancis, dan Kanada—anggota G7 sekaligus anggota tetap Dewan Keamanan PBB—yang sebelumnya juga menyatakan dukungan resmi terhadap Negara Palestina.
Baca juga: 75 Persen Anggota PBB Akan Akui Negara Palestina
Lebih dari tiga perempat anggota PBB telah mengakui negara Palestina, termasuk China, India, Spanyol, Irlandia, dan Norwegia. Akan tetapi, perubahan sikap dari negara-negara G7 adalah yang paling menonjol.
Perancis menjadi negara G7 pertama yang mengumumkan rencana pengakuan di Sidang Umum PBB September mendatang. Inggris kemudian menyusul jika Israel tak segera menyepakati gencatan senjata di Gaza dan membuka lebih banyak jalur bantuan.
Sementara itu, Kanada siap mengakui Palestina, tetapi dengan syarat Otoritas Palestina (PA) melakukan reformasi demokratis, termasuk pemilu pada 2026 yang tidak menyertakan Hamas.
Dalam hal ini, Australia mengambil posisi serupa dengan Kanada. Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyebut langkah ini sebagai kesempatan untuk “mengisolasi Hamas, melucutinya, dan mengusirnya dari wilayah tersebut untuk selamanya.”
Menurut hukum internasional, seperti dikutip dari ABC, pengakuan negara bukanlah syarat formal kedaulatan, tetapi sangat penting untuk membangun hubungan diplomatik.
Profesor Yossi Mekelberg dari Chatham House menilai, itu belum cukup tanpa persetujuan Dewan Keamanan PBB.
“Pengakuan Inggris atau Perancis tidak otomatis membuat Palestina diakui secara universal,” ujarnya. “Anda butuh Dewan Keamanan—dan itu tidak akan terjadi karena satu orang di Gedung Putih.”
Meski begitu, Alon Pinkas, analis politik Israel, mengatakan bahwa pengakuan oleh negara besar tetap “membawa bobot diplomatik dan moral yang besar”, sekaligus mengisolasi Amerika Serikat.
Richard Gowan dari International Crisis Group menilai langkah ini penting karena menunjukkan bahwa sekutu besar AS mulai sejalan dengan mayoritas negara Selatan dalam isu Palestina di PBB.
Inggris, misalnya, bisa membuka kedutaan penuh di wilayah Palestina, menggantikan status “misi Palestina” yang ada di London.
Baca juga: PM Albanese: Australia Akan Mengakui Negara Palestina
Namun, kritikus seperti Khaled Elgindy dari Universitas Georgetown mempertanyakan efektivitasnya.