Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Banyak Negara Merdeka di Bulan Agustus?

Kompas.com - 17/08/2025, 10:53 WIB
Inas Rifqia Lainufar

Penulis

KOMPAS.com – Indonesia tengah merayakan hari ulang tahun kemerdekaan ke-80 pada Minggu (17/8/2025).

Uniknya, perayaan kemerdekaan pada bulan Agustus bukan hanya milik Indonesia. Sejumlah negara lain juga menandai hari bersejarah mereka pada bulan yang sama, di antaranya Singapura pada 9 Agustus, serta Korea Selatan dan Korea Utara yang sama-sama merdeka pada 15 Agustus.

Jika ditarik lebih luas, mayoritas negara di dunia mendeklarasikan kemerdekaannya pada rentang musim panas di belahan bumi utara, yaitu Juli hingga September. Tercatat ada 22 negara merdeka pada Juli, 25 negara di September, dan puluhan lainnya di Agustus.

Baca juga: Kenapa Mesir Jadi yang Pertama Akui Kemerdekaan Indonesia?

Daftar negara yang merdeka di Agustus

Adapun 24 negara yang merayakan hari kemerdekaan di bulan Agustus antara lain:

  • 1 Agustus: Swiss (1291) dan Benin (1960)
  • 3 Agustus: Niger (1960)
  • 5 Agustus: Burkina Faso (1960)
  • 6 Agustus: Bolivia (1825) dan Jamaika (1962)
  • 7 Agustus: Pantai Gading (1960)
  • 8 Agustus: Bhutan (1949)
  • 9 Agustus: Singapura (1965)
  • 11 Agustus: Chad (1960)
  • 13 Agustus: Republik Afrika Tengah (1960)
  • 14 Agustus: Pakistan (1947)
  • 15 Agustus: India (1947), Korea Utara (1945), Korea Selatan (1945), Republik Demokratik Kongo (1960), Bahrain (1971)
  • 16 Agustus: Siprus (1960)
  • 17 Agustus: Gabon (1960) dan Indonesia (1945)
  • 19 Agustus: Afghanistan (1919)
  • 25 Agustus: Uruguay (1825)
  • 31 Agustus: Malaysia (1957) dan Trinidad-Tobago (1962)

Mengapa banyak negara yang merdeka di sekitar Agustus?

Upacara Kemerdekaan RI di PLBN Motamasin, Minggu (17/8/2025).KOMPAS.com/AHMAD ZILKY Upacara Kemerdekaan RI di PLBN Motamasin, Minggu (17/8/2025).

Sejarawan Universitas Yale, Steven Pincus, menilai bulan Juli, Agustus, hingga September menjadi waktu paling sering dipilih untuk deklarasi kemerdekaan karena bertepatan dengan musim panas di belahan bumi utara.

Menurut Pincus, suasana hangat membuat para pejuang lebih agresif. Ia mencontohkan kerusuhan di Amerika Serikat pada 1967 yang meletus saat suhu mencapai 27 derajat Celsius.

“Cuaca panas sering kali membuat orang lebih gelisah,” ujar Pincus, dikutip dari National Post (7/7/2016).

Selain itu, kondisi iklim pada periode ini dianggap lebih mendukung untuk melakukan revolusi maupun referendum pemisahan diri.

Musim panas mempermudah negosiasi dan perjalanan. Laut lebih tenang, jalan raya tidak tertutup lumpur atau salju, dan ruang pertemuan tidak dipenuhi angin dingin.

“Oleh karena itu, sebagian besar asosiasi politik mengadakan pertemuan pada musim semi hingga musim gugur,” jelasnya. Ia mencontohkan momen Hari Kemerdekaan Amerika Serikat pada 4 Juli 1776, yang jatuh bertepatan saat Kongres Kontinental bersidang untuk menandatangani Deklarasi Kemerdekaan dari Britania Raya.

Pincus juga menambahkan, peperangan yang berkaitan dengan perjuangan kemerdekaan di abad ke-20 banyak berlangsung di musim panas.

Hal ini membuat kemenangan sering diraih sebelum musim gugur di belahan bumi utara atau sebelum musim dingin di belahan bumi selatan.

Meski tren kemerdekaan banyak jatuh pada musim panas, ada pula negara yang merdeka di tengah musim dingin.

Argentina, misalnya, menyatakan kemerdekaan pada 9 Juli 1816 yang bertepatan dengan musim dingin di belahan bumi selatan.

Di Eropa, Estonia merdeka pada 24 Februari 1918 dan Serbia memperingati hari nasional setiap 15 Februari—keduanya berlangsung saat musim dingin dan masih diselimuti salju.

Bahkan, Pakistan memilih tanggal 14 Agustus 1947 agar Raja Muda terakhir India, Lord Mountbatten, dapat hadir sehari sebelum perayaan kemerdekaan India pada 15 Agustus.

Baca juga: Abadikan 50 Tahun Persahabatan, Indonesia Persembahkan Patung untuk Papua Nugini

Sumber: Kompas.com (Penulis: Erina Rachmi Puspapertiwi | Editor: Rizal Setyo Nugroho)

Artikel ini sebelumnya tayang di Kompas.com dengan judul Kenapa Banyak Negara Merdeka Bulan Juli-Agustus? Ini Kata Ahli Sejarah Universitas Yale.

 

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau