TEL AVIV, KOMPAS.com - Israel pada Rabu (20/8/2025) memberikan persetujuan akhir untuk proyek pemukiman kontroversial di Tepi Barat yang diduduki.
Langkah ini dinilai sebagai pukulan serius terhadap prospek terbentuknya negara Palestina.
Proyek tersebut berada di kawasan E1, sebidang tanah di timur Yerusalem.
Baca juga: Halangi Negara Palestina, Israel Lancarkan Proyek Permukiman di Tepi Barat
Rencana pembangunan di wilayah itu sudah digulirkan lebih dari 20 dekade lalu, namun sempat dibekukan karena tekanan dari Amerika Serikat (AS) pada pemerintahan sebelumnya.
Menurut hukum internasional, pendudukan Israel atas wilayah Palestina dianggap ilegal.
Tahun lalu, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa Israel harus segera mengakhiri aktivitas pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, serta menghentikan pendudukan di wilayah Palestina, termasuk Gaza.
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyambut persetujuan ini, sebagaimana dilansir Euronews.
Dia menilai langkah tersebut sebagai jawaban terhadap negara-negara Barat yang dalam beberapa pekan terakhir mengumumkan rencana mengakui Palestina sebagai negara.
"Negara Palestina dihapus dari meja perundingan bukan dengan slogan, melainkan dengan tindakan," kata Smotrich.
"Setiap permukiman, setiap lingkungan, setiap unit perumahan adalah paku lain di peti mati gagasan berbahaya ini," lanjutnya.
Baca juga: Netanyahu: Albanese Dukung Palestina, Antisemitisme Kian Merebak di Australia
Sejumlah negara Barat mengecam keputusan Israel. Inggris dan Belanda bahkan menjatuhkan sanksi terhadap Smotrich serta Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir.
Keduanya dianggap menghasut kekerasan pemukim terhadap warga Palestina dan menyerukan pembersihan etnis di Gaza.
Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy dalam unggahan di X menyebut proyek E1 sebagai pelanggaran berat hukum internasional.
Kecaman serupa disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Jerman Josef Hinterseher.