GAZA, KOMPAS.com - Pesawat dan tank militer Israel menggempur pinggiran timur dan utara Kota Gaza dari Sabtu (23/8/2025) hingga Minggu (24/8/2025) malam waktu setempat, menghancurkan rumah dan bangunan.
Menurut laporan warga, serangkaian ledakan terdengar terus-menerus di lingkungan Zeitoun dan Shejaia, ketika tank menembaki jalanan dan rumah di Sabra, dan beberapa bangunan diledakkan di kota utara Jabalia.
Melansir Reuters pada Minggu (24/8/2025), api membubung ke langit, memicu kepanikan, hingga beberapa keluarga meninggalkan kota, sementara sebagian lainnya memilih tetap bertahan di rumah.
Baca juga: Desak Hamas Serahkan Senjata, Israel Bersumpah Hancurkan Kota Gaza
Pihak militer Israel menyatakan, operasi mereka di Jabalia bertujuan menyingkirkan terowongan militan dan memperkuat kontrol wilayah.
“Operasi ini memungkinkan perluasan pertempuran ke area tambahan dan mencegah Hamas kembali beroperasi di wilayah ini,” ujar militer Israel pada Minggu.
Rencana penguasaan Kota Gaza, yang digambarkan sebagai benteng terakhir Hamas, telah resmi dikeluarkan oleh Israel bulan ini.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menegaskan akan melanjutkan ofensif militer di kota yang mengalami bencana kelaparan tersebut.
Katz memperingatkan, Kota Gaza akan diratakan kecuali Hamas setuju mengakhiri perang sesuai syarat Israel dan membebaskan semua sandera.
Hamas menanggapinya dengan menyatakan rencana itu menunjukkan ketidakseriusan Tel Aviv terhadap gencatan senjata.
Baca juga: Serangan Israel di Kota Gaza Meningkat, 52 Warga Palestina Tewas
Kelompok itu menegaskan, kesepakatan gencatan senjata adalah “satu-satunya cara untuk mengembalikan para sandera”, dan menuntut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertanggung jawab atas nyawa mereka.
Proposal kesepakatan perdamaian antara Israel dan Hamas di Palestina telah diajukan oleh negara mediator, yaitu Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat (AS).
Proposal itu mencakup gencatan senjata awal selama 60 hari, pembebasan 10 sandera yang masih hidup dan 18 jenazah, sementara Israel akan membebaskan sekitar 200 tahanan Palestina lama.
Setelah gencatan senjata sementara dimulai, proposal tersebut mengatur agar Hamas dan Israel memulai negosiasi gencatan senjata permanen yang mencakup pengembalian sandera yang tersisa.
Netanyahu pada Kamis (21/8/2025) mengatakan bahwa pemerintahannya akan segera melanjutkan negosiasi hanya dengan syarat yang dapat diterima Israel, meliputi membebaskan semua sandera sekaligus.
Baca juga: Israel Kerahkan 60.000 Tentara Cadangan untuk Taklukkan Kota Gaza
Hampir separuh dari dua juta penduduk Palestina saat ini tinggal di Kota Gaza.
Beberapa ribu sudah meninggalkan kota, membawa barang-barang mereka dengan kendaraan dan gerobak.
“Saya berhenti menghitung berapa kali saya harus membawa istri dan tiga putri saya dan meninggalkan rumah kami di Kota Gaza,” kata Mohammad (40) melalui aplikasi pesan.
“Tidak ada tempat yang aman, tetapi saya tidak bisa mengambil risiko. Jika mereka tiba-tiba memulai invasi, mereka akan melancarkan tembakan,” ujarnya.
Sementara, warga lain mengatakan mereka tidak akan pergi, apapun yang terjadi.
Baca juga: 123 Orang Tewas dalam 24 Jam Gempuran Militer Israel di Kota Gaza
“Kami tidak akan pergi, biarkan mereka mengebom kami di rumah,” kata Aya (31) yang memiliki keluarga delapan orang, menambahkan bahwa mereka tidak mampu membeli tenda atau membayar transportasi, meski mereka mencoba pergi.
“Kami lapar, takut, dan tidak punya uang,” ucapnya.
Pada Jumat (22/8/2025), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi menyatakan bahwa telah terjadi bencana kelaparan di Kota Gaza dan akan menyebar.
Namun, Israel tidak pernah mengakui terjadinya bencana kelaparan itu, dan mengabaikan dampak dari pembatasan aliran bantuan ke Gaza sejak akhir Juli.
Pada Minggu (24/8/2025), kementerian kesehatan Gaza melaporkan adanya delapan kematian tambahan akibat malnutrisi di kota itu, sehingga total korban mencapai 289 orang, termasuk 115 anak, sejak perang dimulai.
Namun, sekali lagi Israel membantah hitungan tersebut.
Baca juga: Terkait Rencana Rebut Kota Gaza, Warga Israel Khawatirkan Nyawa Sandera
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini