KOMPAS.com - Kota Surakarta di Jawa Tengah lebih populer dikenal dengan nama Solo.
Namun, tak sedikit orang yang masih bingung, apakah Sala, Solo, dan Surakarta adalah tiga tempat berbeda atau hanya sebutan lain dari kota yang sama.
Sejarah panjang kota ini menjelaskan bahwa ketiga nama tersebut merujuk pada satu wilayah, tetapi dengan konteks yang berbeda.
Lahirnya Kota Surakarta dari Peristiwa Geger Pecinan
Asal-usul Kota Surakarta berawal dari runtuhnya Keraton Kartasura akibat Geger Pecinan pada 1743, yaitu pemberontakan etnis Tionghoa dan Jawa yang dipimpin Sunan Kuning melawan Pakubuwono II.
Karena keraton hancur dan diyakini sudah tidak bertuah, Pakubuwono II memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Desa Sala, sebuah lokasi strategis di tepi Sungai Bengawan Solo.
“Pakubuwono menganggap kerajaan di Kartasura sudah tidak bertuah, sehingga kemudian dipindahkan ke arah timur yaitu di pinggir (sungai) Bengawan Solo,” ujar Prof. Dr. Bani Sudardi, pengamat budaya dari Universitas Sebelas Maret (UNS), dikutip dari Kompas.com.
Proses pemindahan ini dikenal dengan nama Boyong Kedaton dan berlangsung pada 17 Februari 1745. Peristiwa tersebut menjadi penanda resmi lahirnya Kota Surakarta.
Dari Desa Sala Menjadi Solo
Desa Sala yang menjadi lokasi keraton kemudian berkembang menjadi kota besar.
Secara resmi, keraton baru diberi nama Keraton Surakarta Hadiningrat.
Namun, nama “Solo” justru lebih populer dalam percakapan sehari-hari.
“Pada awalnya nama yang benar adalah Sala. Itu nama yang punya sejarah panjang. Jadi, Kota Solo yang sekarang kita kenal itu awalnya dari sebuah perpindahan kerajaan dari Kartasura ke Surakarta (Desa Sala) tahun 1745,” kata Prof. Warto, sejarawan Fakultas Ilmu Budaya UNS.
Seiring waktu, pengaruh kolonial Belanda ikut mengubah pelafalan.
“Orang Belanda susah menyebut Sala, sehingga berubah menjadi Solo,” jelas Prof. Warto.
Dalam aksara Jawa, perbedaan antara huruf a dan o cukup signifikan.
“Kalau Sala ditulis dengan huruf Jawa nglegena atau telanjang. Kalau di-taling-tarung jadi ‘o’ makanya So–lo gitu,” tambahnya.
Surakarta, Nama Resmi yang Dipakai Pemerintah
Meski masyarakat lebih akrab menyebut Solo, nama Surakarta tetap menjadi sebutan resmi dalam pemerintahan.
“Nama resmi untuk pemerintahan adalah Surakarta, itu resminya yaitu Kotamadya Surakarta,” kata Prof. Bani Sudardi.
Nama Surakarta sendiri memiliki makna filosofis. Kata “sura” berarti keberanian, sedangkan “karta” berarti sempurna.
Nama ini dianggap sebagai kelanjutan dari Kartasura, menandakan kesinambungan Kerajaan Mataram Islam.
Makna Budaya dan Identitas Kota Solo
Kota Surakarta, atau Solo, kini dikenal sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa.
Berbagai tradisi masih lestari, mulai dari Kirab Boyong Kedaton hingga Grebeg Keraton.
Bahkan, setiap 17 Februari, ulang tahun Kota Solo diperingati untuk mengenang peristiwa perpindahan keraton.
“(Kirab Boyong Kedaton) Lebih ke memaknai ulang tahun Kota Solo melalui perpindahan dua keraton ini, sebagai lahirnya Kota Solo," tutur Heru Mataya, Panitia Kirab Boyong Kedaton.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kenapa Surakarta Disebut Solo? Simak Sejarahnya", "Sejarah Kota Solo, Berawal dari Geger Pecinan hingga Pindah Keraton", dan "Sejarah Kenapa Surakarta Disebut Solo".
https://www.kompas.com/jawa-tengah/read/2025/09/24/150000288/mengapa-dinamakan-solo-ini-sejarah-dan-asal-usul-kota-surakarta