Heru menjelaskan, CSH adalah individu menabung di lembaga pembiayaan pemerintah atau lembaga tabungan pemerintah dengan nilai tertentu.
“Misalnya, saya ada ekspektasi pengen rumah senilai Rp 500 juta. Kemudian contractual saving-nya saya akan nabung Rp 300 juta. Nah, nabung Rp 300 juta itu mungkin dalam jangka waktu 5 tahun. Nah, nanti setelah sekian tahun, bisa kita nilai bankability (kelayakan finansial)dari calon debitur tadi untuk mendapatkan housing queue," jelas dia.
Sebenarnya, CSH itu bertujuan demi mendapatkan housing queue atau antrean untuk mendapatkan rumah.
"Dan ini juga akan meningkatkan bankability itu, setelah nanti contractual saving-nya tercapai di banyak negara sih misalkan nabung Rp 300 juta dalam lima tahun, ya sudah selama dia nabung itu dan track record-nya bagus (dalam menabung), dia sudah mendapatkan housing queue atau kepastian untuk mendapatkan rumah," lanjutnya.
Baca juga: Tak Cuma ASN, Contractual Savings Rumah Bisa untuk Semua Kalangan
Jika tabungan individu tersebut sudah mencapai Rp 300 juta, maka bisa mencari rumah dengan harga tersebut atau misalnya rumah dengan harga Rp 600 juta.
Sehingga, tabungan itu sisanya bisa digunakan untuk mencicil down payment (DP) atau uang muka. Dengan begitu, sisanya tersebut akan mengikuti alur suku bunga perbankan.
"Nah di kita (BP Tapera) mungkin bisa di-redesign (desain ulang) lagi nanti. Supaya lebih menjangkau affordability (keterjangkauan) dan accessibility (aksesibilitas) yang lebih luas bagi masyarakat. Itu saja yang kita pikirkan," tandas Heru.
Mengutip riset dokumen World Bank tahun 2010, instrumen CSH menghubungkan konsep tabungan kontraktual yang diremunerasi dengan suku bunga di bawah pasar pada saat kontrak ditandatangani.
CSH digunakan dengan sangat sukses di Eropa setelah Perang Dunia II. Permasalahan saat ini bukanlah apakah instrumen khusus semacam itu dapat berfungsi dengan baik.
Akan tetapi, instrumen tersebut jelas dapat berfungsi pada saat inflasi rendah.
Namun demikian hal yang menjadi masalah adalah apakah sistem CSH disarankan saat ini di negara-negara yang baru berkembang dengan lingkungan teknologi keuangan dan kebijakan keuangan yang sangat berbeda.
Contohnya, ada dua sistem CSH yang berpengaruh di dunia seperti Jerman dan Perancis.
Jerman memiliki tabungan perumahan Bausparvertrag dengan mekanisme tertutup, sedangkan Perancis dengan sistem terbuka bernama Plan d'Epargne Logement.
Dalam sistem CSH tertutup, akses ke pinjaman perumahan didasarkan pada antrean. Artinya, pinjaman hanya dapat diberikan jika dana tersedia di lembaga spesialis.
Sementara dalam sistem "terbuka", penabung secara legal dapat menarik pinjamannya pada saat jatuh tempo kontrak, terlepas dari kondisi likuiditas dalam sistem CSH.